bagian delapan belas; truth or dare.

Ting... Tong...

Bel apartemen Nagara berbunyi. Sang pemilik pun segera membukakan pintunya. Nagara bisa menebak pasti yang datang adalah saudata iparnya, Malik.

”Hai bro...” Sapa Malik dengan tangan yang angkat sejajar dengan daun telinganya.

Baru ingin menjawab, Nagara tertegun saat mengetahui bahwa Malik datang tidak sendiri. Gadis yang Nagara rindukan setengah mati ada disini. Joey nya.

Gadis itu sedang bersembunyi dibalik punggung Malik. Wajahnya tertunduk, sengaja agar tidak berkontak mata dengan Nagara. Tujuan Joey datang ke apartemen Nagara bukanlah karena dipaksa Malik. Melainkan karena kemauannya sendiri. Rasa kahwatir yang menyelimuti hatinya menjadi alasan terbesar kenapa Joey bisa sampai di halaman apartemen Nagara.

Tanpa menunggu lama lagi, Nagara menyuruh mereka masuk ke dalam. Sambil sesekali kedua sejoli itu mencuri pandang satu sama lain.

Dan Suasana malam ini sangat heboh. Hendra di ruang tamu sedang bermain game bersama Nagara, Malik, dan Rendy. Sedangkan Joey hanya diam mengamati keempat sahabat itu yang sibuk dengan dunia mereka sendiri. Entah apa yang terjadi, setiap beberapa menit berselang teriakan Hendra menggelegar mengatai Rendy bego. Bego. Dan bego.

“Lo yang bego, hen! Lo tahu Rendy buta game, masih aja nantangin. kayak main sama anak 3 tahun.” Nagara mengatai Rendy.

”Heh, orang sakit mending diem ae anying nggak usah bacot.” Rendy berteriak tidak terima. Disusul Malik yang sedari tadi hanya tertawa terbahak-bahak.

”Udah lah anjir daripada ribut mending main truth or dare aja gimana?” Tanya Hendra pada ke lima manusia yang ada dihadapannya dengan senyum miringnya.

Nagara, Malik, dan Rendy pun mengangguk setuju.

”Heh lu obat nyamuk...” Hendra sedikit memiringkan tubuhnya agar bisa melihat Joey yang sedari tadi diam di balik punggung sang kakak dengan leluasa. “Lu... ikut!”*

Joey hanya bisa menyibir dan mendumel dalam hati. Tanpa sadar Nagara yang sedang duduk disampingnya itu tersenyum tipis.

Setelah mengerahkan keahlian merayunya, Hendra berhasil menyeret Joey dan Nagara kedalam permainan. Malik, Hendra, Rendy, Nagara dan Joey duduk mengelilingi sebuah meja. Dan di atasnya, sebuah botol telah di putar.

Botol berhenti.

Untuk Hendra.

“Oke. Truth or dare? Tantangannya, lo harus lepas baju atas lo.”

“JANGAN GILA WOY!” Joey akhirnya berteriak.

“Lu pada jahat banget anying sama gue!” Bentak Hendra. “Yaudah gue mau truth kalo gitu.”

Gue yang tanya.” Malik mengangkat tangannya. “Lo kan dari dulu nggak punya pacar hen. Lo punya nggak sih cewek yang lo taksir sekarang?”

“Nggak. Gue nggak punya, puas kalian?” Hendra cemberut.

“Ahhh yang bener?” Malik bertanya lagi.

“Ahhh anjir kenapa harus itu sih yang ditanyain?” Hendra mengacak rambutnya frustasi.

”Yaudah iya ada. Gue lagi suka sama cewek. Tapi gue nggak bisa sama dia gara-gara dia udah punya orang yang dicintainya.” Hendra melihat Joey, dibalas dengan tatapan iba Joey untuknya.

“Jadi cinta yang nggak terbalas. Kasihan banget dah nasib lo.” Rendy menyindir. Nagara tersenyum miring.

Botol berputar lagi. Kini giliran Nagara.

“Truth or dare?” Tanya Rendy.

“Tantangannya... lu harus cium cewek manis yang ada di samping lu.” Hendra antusias. Ini dia jebakannya. Gadis itu Joey. siapa lagi?

“Truth.” Nagara menjawab mantap. Tanpa disadari, Joey merasakan kekecewaan. Nagara tidak mau mencimnya. Oh, kamu merindukan bibir Nagara, Joey?

“Ok....” Hendra menganggukkan kepalany beberapa kali. “Neng, punya pertanyaan nggak buat suami lu ini?”

Joey diam beberapa saat. Berpikir. Sampai akhirnya Joey memberanikan diri untuk menatap Nagara. Langsung ke mata lelaki itu. Ini pertanyaan dari hati terdalamnya.

“Lo nyuruh gue buat aborsi. Seandainya bayi gue mati persis kayak apa yang lo mau, apa lo bakal bahagia?”

Nagara dialiri listrik ribuan volt. Menegang. Terkejut luar biasa. Pertanyaan Joey diluar prediksinya. Dan akhirnya Nagara lebih memilih melakukan satu hal dari pada bicara.

Cup

Cepat. Nagara menarik Joey dalam pelukannya. Menempelkan bibir tebalnya pada bibir mungil gadis itu. Menyatu. Pada akhirnya Nagara memilih dare, daripada truth. Benar–benar seorang Abimanyu Surya Nagara sekali. Tidak pandai bicara tapi sangat ahli dalam bertindak.

Tidak ada perlawanan. Nagara dan Joey memejamkan matanya. Saling melumat. Dalam. Emosi, kekecewaan, kesakitan, kerinduan, cinta dan rasa saling membutuhkan menjadi satu di dalam ciuman mereka. Dan Nagara menyelipkan satu rasa lagi di dalamnya. Kejujuran. Bukan dengan kata. Joey, semoga kamu mengerti. Aamiin.

“Okeeeyyy... I’m hungry.” Malik beranjak dari duduknya dan pergi menuju dapur.

“Astaghfirullah, gue masih belum cukup umur woy.” Hendra menggerutu sambil menutup kedua mata Rendy dengan telapak tangannya.

Dalam hatinya, dengan ketulusan dia berdoa. Pasangan sialan ini harus kembali bersama. Tidak peduli kalau mungkin di masa depan mereka akan semakin merecoki hidup Hendra dan semakin merepotkan.

6 menit itu waktu yang lama. Ciuman bibir panas Nagara baru terlepas dari bibir Joey yang sekarang sama panasnya. Selesai melepas rindu sejenak. Napas mereka memburu. Nagara menarik wajahnya menjauh.

Brengsek! Kenapa Joey nya basah? Bukan di bibir. Tapi diseluruh wajah.

Joey menangis. Terisak.

“Kalo gue memohon, apa ada kemungkinan lo bakal izinin gue buat ngelahirin bayi ini? Gue mohon, pikirin lagi. Dia anak lo juga mas.” Terisak pedih. Joey berdiri dan meninggalkan Nagara. Joey sudah tahu kalau suaminya itu tidak akan menjawab.

—jaemtigabelas