bagian delapan; nagara dan sang nenek.

Pagi ini, Nagara sedang meminum kopi hangat di balkon rumahnya. Ditemani udara pagi serta kicauan burung yang berirama di gendang telinganya. Tujuan Nagara pulang ke rumah adalah karena dipanggil oleh neneknya yang baru saja pulang dari Hongkong semalam.

”Kamu sekarang makin ganteng aja ya na. Oma sampai pangling lihat kamu.” Ujar wanita paruh baya yang selalu Nagara panggil dengan sebutan oma.

Mendengar dirinya dipuji oleh sang nenek, Nagara hanya tersenyum tipis. Matanya kemudian menatap sekeliling bangunan abu-abu itu. Sudah hampir lima tahun Nagara pergi meninggalkan rumah ini untuk hidup mandiri.

Banyak perubahan. Rumah yang dulu penuh dengan beberapa jenis tanaman dan bunga tulip yang ditanam oleh sang bunda, kini rumah itu berubah menjadi kosong semenjak bunda Nagara pergi untuk selamanya karena penyakit kanker otak yang dideritanya. Kadang Nagara merindukan momen itu, dimana dirinya senang menemani sang bunda menanam bunga, apalagi merindukan omelan beliau saat Nagara tidak sengaja menjatuhkan vas bunga favoritnya. Ahhh Nagara sangat merindukan sosok bundanya.

”Gimana kabar Freya na? Kamu masih berhubungan baik kan sama dia?”

Nagara kembali menatap omanya saat beliau kembali bersuara.

”Freya baik oma.” Jawab Nagara singkat dan kembali menyeruput kopi hitamnya.

”Oma dari dulu pengen banget kamu menikah sama Freya, abis itu bisa kasih oma cicit-cicit yang lucu.” Ungkap sang nenek yang membuat Nagara sedikit tidak nyaman.

Sebenarnya tadi Nagara ingin menolak untuk datang kesini, karena pasti neneknya akan membahas Freya saat mengobrol berdua dengannya, tanpa mempedulikan bahwa status Nagara kini sudah menjadi kepala keluarga. Namun karena rindu, Nagara memutuskan untuk pulang ke rumahnya.

”Oma, aku udah mempunyai istri.” Ucap lelaki berkemeja putih itu dengan pelan namun penuh penekanan.

Mendengar itu, sang nenek mendecih kemudian menarik syal merahnya yang jatuh dari bahunya. ”Kamu masih peduli sama istri kamu?”

”Akan selalu peduli oma, karena dia istriku.” Jawab Nagara langsung.

”Oma dari dulu nggak suka sama dia, nana.” Ungkap sang nenek dengan memanggil Nagara dengan nama panggilan khasnya saat di rumah.

Nagara sedikit menunduk, memandangi gelas berisi kopi hitam miliknya yang masih mengepulkan asap panas. Panas seperti hatinya saat ini.

”Oma nggak suka sama Joey bukan karena sifatnya kan? Tapi emang dari awal Freya yang oma targetkan untuk menjadi istriku.”

Sorot mata Nagara berubah menjadi tajam. ”Jadi oma membenci Joey, hanya karena obsesi oma pada Freya yang tidak bisa terwujudkan sampai kapanpun.”

Neneknya tidak berkutik. Dari dulu memang sang nenek sangat menyukai Freya. Gadis dengan paras yang cantik, sopan, dan berpendidikan tinggi, membuat sang nenek terobsesi untuk menjadikan Freya sebagai ibu dari cicit-cicitnya nanti. Namun saat Nagara memilih untuk menikah dengan gadis lain, neneknya sangat murka karena tidak sesuai dengan ekspektasinya.

”Oma cuma mau kamu hidup dengan baik nana. Hanya Freya yang mampu membuat hidup kamu menjadi lebih baik.”

”Oma...” Nagara kembali menatap sang nenek dengan alis yang menyatu. ”Ini semua keinginan aku. Dulu waktu perusahaan papa hampir bangkrut, oma nyuruh aku buat nyelametin perusahaan papa dari kebangkrutan dengan janji bakal menuruti semua keiinginan aku.”

”Dan menikah dengan Joey adalah keinginan aku dari dulu. Aku turutin semua kemauan oma. Menikahi Joey secara diam-diam, ok aku turutin. Merahasiakan status pernikahan ku sama Joey, aku masih turutin. Asal aku bisa hidup bersama gadis yang aku cintai. Tapi kenapa oma masih bersih keras menjodohkan aku sama Freya?”

Obsidian Nagara sedikit berair. Hatinya sangatlah emosional setiap kali sang nenek tidak pernah menganggap Joey ada dikehidupannya.

Jadi alasan mengapa Nagara dan Joey tidak mempublish pernikahan mereka ke semua orang adalah karena tuntutan sang nenek. Neneknya yang masih mengharapkan sosok Freya untuk menjadi pendamping cucunya itu terpaksa menuruti keinginan Nagara, karena Nagara sudah menyelamatkan perusahaan papanya yang hampir bangkrut saat itu.

Nagara lalu beranjak dari duduknya. Suasana adem untuk menyambut kepulangan sang nenek, kini menjadi berantakan. Hatinya sudah terlanjur dalam mood tidak baik sekarang.

”Sampai kapanpun... cuma Joey satu-satunya ratu di rumah aku, oma. Bukan Freya ataupun gadis lain. Aku pamit.”

—jaemtigabelas