bagian dua; mempertahankan.
Mobil HRV merah itu telah berhenti di parkiran apartemen. Lima hari telah berlalu, akhirnya Nagara bisa bertemu dengan gadis yang sangat ia rindukan. Joey. Gadis itu kini sedang duduk manis di kursi samping Nagara. Tersenyum penuh rindu yang hanya ditujukan pada sang suami tercintanya.
Sedangkan Hendra... Nagara melirik dari kaca mobil. Memperlihatkan lelaki OB itu tengah tertidur pulas. Mendengkur sangat keras dengan mulut yang sudah menganga lebar. Sungguh pulas sekali tidurnya.
TIIIINNNNN
”TELOR MATA ANJING!!!!” Hendra terjengat langsung saat Nagara dengan sengaja menekan bel mobil dengan sangat keras.
”Bangun. Udah sampai.” Ujar Nagara dengan santainya.
”Lu bangunin orang apa mau bangunin Fir’aun hah?” Cibir Hendra yang sangat kesal dengan perilaku atasan sekaligus sahabat—sekaligus gebetan—nya itu.
Joey yang melihat itu hanya tergelak tanpa suara.
Sepeninggalan Hendra pergi—walaupun dengan perasaan kesal dan ingin membakar mobil merah itu—, Nagara beralih memandangi Joey. Tangannya terangkat untuk membelai surai kecokelatan itu. Lembut dan wangi. Memberi aksen sangat cantik dimata Nagara saat ini.
Nagara kendekatkan wajahnya. Memberikan sebuah ciuman yang sudah lama tidak mereka rasakan setelah lima hari tidak bertemu. Tangannya sedikit menekan tengkuk Joey, membawa gadis itu untuk larut dalam ciuman yang diciptakan oleh Nagara.
10 menit berlalu. Nagara melepaskan tautan bibirnya dari bibir manis Joey. Tangan itu kini mengusap lipstik Joey yang sedikit berantakan akibat ulah Nagara tadi.
”Maaf... terlalu merindukanmu.” Bisik Nagara didepan Joey. Lelaki jangkung itu lalu kembali ke tempat asalnya.
Merindukan Joey? Tumben sekali.
Tangan mereka bertaut. Nagara menggenggam tangan mungil itu dengan sangat erat, sambil sesekali mengusapnya lembut. Sebenarnya mereka bisa langsung turun dari mobil itu dan masuk ke apartemen untuk beristirahat. Namun, baik Nagara maupun Joey, mereka berdua enggan beranjak dari sana. Mereka perlu berbicara dengan empat mata seperti ini. Mereka tidak pernah tahu apa yang akan terjadi setelah turun dari mobil nanti. Mungkin... akan bertengkar lagi?
”Gimana bali?” Tanya Nagara memecahkan keheningan.
”Nggak ada yang spesial. Tidur nggak bisa, kepala pusing, mual terus-terusan. Tersiksa banget.” Joey memejamkan matanya. Kepalanya ia senderkan pada kepala kursi. Bahkan pusing dan mual yang ada pada dirinya masih terasa sampai sekarang.
”Resiko ibu hamil.” Jawab Nagara. Tangannya berpindah mengelus pipi mulus itu. Berniat untuk membuat Joey lebih relax.
”Besok kita ke Dokter Fransiska.” Lanjut Nagara, membuat Joey menoleh ke arahnya.
”Ngapain?”
”Periksa kandungan. Kamu bilang, kita harus berjuang bareng-bareng. Saya dan kamu punya tujuan yang sama kan? Berjuang untuk mempertahankan anak kita.” Suara lembut dari Nagara membuat hati Joey menjadi hangat.
Gadis itu lalu tersenyum. Ada perasaan lega disaat ia menyadari bahwa Nagara sudah mulai berbuah sedikit demi sedikit. Lelaki itu berusaha lebih terbuka tentang perasaannya pada Joey. Sehingga tidak ada kesalah pahaman lagi diantara mereka. Belajar seperti kejadian yang lalu. Mereka harus kehilangan sang buah hati yang sudah diharapkan karena keegoisan mereka masing-masing.
Dan kali ini. Joey dan Nagara sudah memutuskan untuk mempertahankan bayi mereka, bagaimanapun caranya.
—jaemtigabelas