bagian dua puluh tiga; merelakan.
“Apa-apaan kamu Nagara?” Nenek Nagara mendesis tajam saat Nagara dan Joey mengahadap keluarganya yang sedang sarapan. Keluarga Nagara serta gadis pilihan neneknya. Freya ada disana.
Tangan keduanya masih bertaut. Dengan Joey yang masih setia bersembunyi dibalik punggung Nagara. “Aku cuma mau menegaskan. Aku memutuskan hubungan dengan Freya.” Suara Nagara lantang.
“Na…” Freya bersuara.
Sial! Suaranya merdu sekali di telinga Joey.
“Jangan begini. Kita perlu bicara.”
“Nggak. Maafin aku frey. Aku nggak bisa. Aku udah menikah. Dan hanya sekali.”
“Na please. Ayo bicara. Berdua.”
“Kita cuma teman frey. Jangan merubahnya! Aku nggak mau memusuhimu.”
“Jadi kamu menginginkan kematianku?” Nenek Nagara berdiri dari duduknya. Melotot pada sang cucu. Joey menegang, jantungnya semakin berdetak kencang. Bicara apa mereka? Kematian?
Nagara mempererat genggaman tangannya pada Joey. Gadis itu tahu kalau Nagara sebenarnya juga takut. Berhadapan dengan sang nenek adalah hal yang paling Nagara takutkan sejak dulu. Akan tetapi Nagara berusaha terlihat tenang. Ia harus bisa menjaga keluarga kecilnya dengan baik. Termasuk menjaga Joey dari kebencian neneknya.
“Aku akan merelakan kematian oma... seperti aku merelakan kematian bayiku.” Ucap Nagara dengan nada yang sedikit bergetar. Berbicara pada neneknya. Tentu setelah tahu, Penyakit jantung neneknya adalah akal-akalan untuk mengendalikannya.
“Oma, aku sayang sama oma. Tapi oma nggak pernah menyadari itu.”
Nagara kemudian menatap sang ayah. “Yah. Mulai sekarang aku restui ayah untuk menikah lagi.”
”Nagara... nggak bisa begini. Kamu udah janji...”
”Freya...” Potong langsung Nagara. ”Kita hanya ditakdirkan untuk menjadi saudara. Aku bakal terima kamu jadi adikku, tapi tidak jadi istriku.”
Rahang Nagara menegang. Joey mengusap genggaman tangan lelaki itu dengan lembut. Berusaha menenangkan dan meredamkan amarah Nagara yang ada dibenaknya.
”Sampai kapanpun, istriku cuma Joanne Josephine. Gadis yang sekarang lagi berdiri di belakangku.”
“Pergilah, Nak.” Ayah Nagara menghampiri sang anak dan menantunya. “Biar oma menjadi urusan ayah. Kalian juga harus bahagia ya.”
Ayah Nagara lalu menatap Joey. “Saya titip Nagara sama kamu, nak.”
Joey mengangguk.
“Menantu di rumah ini cuma kamu. Saya janjikan itu padamu.”
“Terima kasih ayah.” Joey tersenyum haru.
“Terima kasih, ayah. Kami pergi.” Ucap Nagara kemudian membawa Joey pergi bersamanya.
—jaemtigabelas