bagian dua puluh delapan; terlambat.
Pak Josh yang dilanda rasa panik pun langsung berlari ke sana ke mari untuk mencari Airin yang sedang dilanda bahaya. Pak Josh yakin, ini adalah ulah psikopat gila itu. Psikopat yang mengincar kepala korbannya sejak dulu. Namun, Pak Josh tidak pernah terpikirkan jika Airin lah yang akan menjadi target korban selanjutnya.
Dengan kekuatan do’a dan strategi, Pak Josh berharap bisa menemukan posisi Airin sekarang juga. Ia memeriksa jam di ponselnya. Tiga menit sudah berlalu, dan Pak Josh belum menemukan sesuatu.
Sial, kenapa gang perumahan ini begitu gelap dan sangat membingungkan? Sudah berkali-kali Pak Josh memeriksa gang demi gang yang ada disana. Namun tetap nihil.
Ia harus bagaimana sekarang?
Memakai GPS ponsel pun percuma. Setelah mengirim pesan ancaman tersebut, dengan pintarnya sang pelaku langsung mematikan ponsel milik Airin. Sehingga Pak Josh tidak akan bisa melacak posisi kekasihnya itu.
“Ya Tuhan 4 menit.”
Pak Josh mulai panik. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun yang didapat hanyalah pepohonan rindang dan beberapa hunian rumah yang sangat sepi.
Tidak, Airin harus selamat. Mereka sudah merencanakan untuk menikah bulan depan. Bahkan, Pak Josh sudah membeli rumah yang ditujukan khusus untuk kekasih tercintanya itu. Jangan sampai ia merasa kehilangan untuk kedua kalinya.
Saat sampai di suatu gang yang sangat sepi dan gelap. Langkahan Pak Josh terhenti seketika, diikuti detak jantungnya saat ini. Raganya seolah dicabut begitu saja. Sesak, sakit, dan berdarah-darah. Apa yang harus ia lakukan? Pemandangan didepannya, seperti neraka yang siap menariknya masuk kapan saja.
Airin ada disana. Dengan posisi terkapar tidak berdaya, tepat disamping jalan yang gelap dan sepi. Wajahnya sangat pucat, dan lehernya sudah terlilit oleh benang yang sangat tajam. Sehingga darah segar mengalir dari lehernya tersebut.
Kedua kakinya melemah. Pak Josh terjatuh tepat didepan mayat kekasihnya. Buliran air mata seketika memenuhi pelupuk matanya saat ini. Ia syok, sangat syok dengan apa yang baru saja ia lihat.
“A ... Ai ....” Dengan tangan yang gemetar, Pak Josh berusaha menangkup pipi Airin yang sangat dingin.
“Bangun Ai ....” Pak Josh mulai terisak. Ia menundukkan kepalanya sambil menangis disana.
Tuhan mungkin sedang menghukumnya saat ini. Tuhan sudah mengambil Airinnya. Kebahagiaannya.
Dengan diiringi isakan tangis yang sangat menusuk, Pak Josh memeluk erat tubuh kekasihnya yang sudah menjadi mayat itu. Tubuh yang selalu ia peluk dengan hangat, tubuh yang selalu ia rindukan.
“Ai ... Kamu bilang ... Kamu bakal pulang cepat, Ai. Aku udah siapin kejutan buat kamu. Makanya bangun Ai ....” Pak Josh semakin mempererat pelukannya. Tangisannya semakin menjadi-jadi.
Tidak ada jawaban. Bahkan suara napas Airin, tidak lagi terdengar di gendang telinga Pak Josh.
“PSIKOPAT BRENGSEK!!! GUE BERANI BERSUMPAH, KALAU SUATU HARI GUE PASTI BISA NANGKEP DAN BONGKAR IDENTITAS LO. TUNGGU AJA BRENGSEK!!!” Teriak Pak Josh secara lantang.
Pak Josh tidak bisa membiarkan hal ini terjadi lagi. Psikopat gila itu ... Ia pasti akan menemukannya.
—jaemtigabelas