Bagian empat; tempat pertama.
Kalimat Nagara tentang membeli mobil baru bukanlah candaan belaka. Nyatanya, kini lelaki berkemeja putih itu memarkirkan mobilnya di depan perusahaan mobil. Oh ayolah, Joey hanya ingin menuruti kata hatinya saja. Tapi mengapa suaminya yang keras kepala itu malah bertindak sejauh ini.
Apakah ini definisi dari ’orang kaya mah bebas’ yang sebenarnya?
”Keluar.” Pinta Nagara pada Joey. Gadis yang sedari tadi cemberut itupun hanya menurut.
”Cepat pilih salah satu. Kita udah hampir telat buat meeting pagi.” Nagara sedikit mendumel sambil memeriksa jam tangan hanya untuk mengecek sudah berapa jam yang mereka habiskan untuk berdebat tadi.
”Kalau pun gue pilih itu, prosesnya juga lama kali pak.” Jawab Joey sambil menunjuk malas mobil berwarna putih yang ada diseberangnya.
”Halo pak ada yang bisa saya bantu?” Tanya lelaki yang diyakini sebagai dealer mobil yang ada disana.
”Saya mau ambil mobil ini.” Ujar Nagara tanpa berpikir panjang. ”Untuk urusan surat-suratnya, biar orang saya yang mengurusnya.”
”Baik pak kalau begitu, akan saya urus beberapa surat terlebih dahulu.” Jawab dealer mobil itu dengan ramah.
Nagara kemudian mengambil ponsel yang ada di saku celananya dan menelpon seseorang. ”Halo, hen.... lo bisa kesini nggak?
’Hendra lagi Hendra lagi.’ Batin Joey.
”Hmm... gue sherlock aja lokasinya, gue tunggu sepuluh menit dari sekarang.” Pungkas Nagara dan langsung menutup telponnya.
”Sama aja nggak sih, nungguin Hendra berangkat dari rumahnya ke sini juga butuh waktu yang lama.” Joey mulai heran dengan tingkah laku Nagara yang membuatnya pusing tujuh keliling. Kalau begini caranya bukannya sama saja mereka membuang-buang waktu?
”Nggak, Hendra cepet kok kesininya.”
Joey melipat tangannya di depan dada, ”Btw... Hendra lo pekerjakan sebagai apa sih sebenarnya?”
”Hendra saya tugaskan buat mata-matain kamu.” Nagara memasukkan ponselnya kembali lalu menatap lekat gadis yang ada didepannya.
Joey yang mendengar itu lalu menunjuk dirinya sendiri sambil membulatkan mata. ”Apaan, gue sama dia aja baru kenal kemarin.”
”Kamu emang baru kenal Hendra kemarin, tapi dia kenal kamu udah lama, Joey.”
”Kenal dari mana?” Joey mengernyitkan dahinya.
Nagara tersenyum tipis, senyuman yang sangat langka bagi Joey. Hanya di momen-momen tertentu, Joey bisa melihat senyuman itu. ”Kamu lupa kalau kakak kamu itu bersahabat baik sama kita bertiga?”
Joey mengangguk pelan. Kita bertiga yang dimaksud Nagara adalah dia, Rendy, dan Hendra. Joey hampir melupakan fakta tersebut, tentang sang kakak yang dulunya pernah satu sekolah dengan tiga kurcaci itu.
”Tentang ciuman itu... kamu melihatnya langsung?”
”Iya.” Jawab Joey dengan nada tak acuhnya.
”Dan alasan kamu pergi dari apartemen saya karena wanita itu?” Nagara memasukkan tangannya ke saku celananya.
Ah sial, kenapa harus membahas masalah ini sekarang?
”50%” Jawab Joey tanpa menatap Nagara.
”Selebihnya?”
”Gue mau bebas mas Nagara.” Kini Joey menatap wajah Nagara yang semakin kesini semakin terlihat tampan dan sexy dengan balutan kemeja seperti ini.
”Tuh dasi bisa dirapihin nggak sih? Emang lo mau ke kantor dengan penampilan kayak abis nidurin cewek?”
Nagara melirik dasinya yang masih terbentang luas mengitari kerah kemejanya, lalu kembali menatap Joey, ”Saya kan udah bilang, kalau saya nggak bisa pakai baju selama bukan kamu yang menyiapkan. Ya udah hasilnya kayak gini kan?”
Joey mendengus kesal lalu berjalan menghampiri lelaki yang sudah menjadi suaminya selama dua tahun belakangan ini.
”Manja banget jadi orang.” Gumam Joey yang membuat Nagara kembali menyunggingkan sebuah senyuman khasnya. Senyuman yang bisa membuat para gadis takluk dengan hanya melihat senyuman itu.
Disaat Joey sedang fokus menautkan dasi Nagara, gadis itu tidak menyadari bahwa Nagara tengah menatapnya dengan begitu lekat dan penuh arti yang mendalam. Tatapan yang hanya Nagara dan Tuhan yang tahu artinya tentang apa.
Tentang kalimat Nagara yang memuji Joey cantik memang lah benar, gadis itu sangatlah cantik di mata Nagara, melebihi bidadari yang jatuh dari surga sekalipun. Terdengar berlebihan, namun memang begitu kenyataanya.
”Joey.” Panggil Nagara kemudian.
”Hmmm?” Gumam Joey yang masih fokus pada dasi atasannya itu.
Nagara tiba-tiba mengangkat dagu Joey, menyuruh gadis itu untuk menatapnya. Jantung Joey mulai berpacu cepat, karena saat ini posisi wajahnya sangat dekat dengan wajah Nagara. Membuatnya terpaksa menahan napas karena gugup.
”Kalau saya nyuruh kamu jangan cemburu gimana?”
Dengan susah payah Joey menelan salivanya kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali dan menundukkan kepalanya.
”Apaan sih? Siapa yang cemburu?”
Nagara tiba-tiba menarik pinggang Joey tanpa permisi. Dan alhasil, tubuh mereka berdua sudah saling menempel satu sama lain. Membuat Joey terjengat kaget karena ulah dari lelaki jangkung itu.
”Hidup saya sudah saya hak paten kan buat kamu Joanne, hanya kamu, begitupun juga hati saya. Jadi jangan pernah cemburu lagi. Karena wanita itu tidak ada apa-apanya dibanding kamu yang sudah menempati tempat pertama di hati saya.”
—jaemtigabelas