Bagian satu; Night Drive with Hendra

Dikala hujan yang sedang menghujam malam, dua orang tengah terduduk manis di kursi mobil. Hendra yang sibuk menatap jalanan malam, sedangkan Joey yang masih syok dengan apa yang baru saja ia lihat.

“Neng, rumah lu dimana sih? Dari tadi gue ajak ngomong diem bae. Sehat situ?” Hendra yang masih memakai seragam ob berwarna biru itupun mulai mendumel tidak jelas ke arah Joey.

“Ini beneran mobil lo?”

Sekali lagi Hendra memutar bola matanya, “Iya ini mobil gue. Masa mobil kucing gue?

“Dapet dari mana? Nyolong ya lo jangan-jangan.”

“HEEEHHH SEMBARANGAN KALO NGOMONG.” Bentak Hendra sampai membuat Joey terjengat kaget.

Joey masih belum bisa meresapi apa yang ada dimatanya saat ini. Pasalnya, seorang ob yang kerjanya hanya membersihkan kantor dan membereskan barang-barang kantor yang berantakan, saat ini sedang mengendarai mobil honda brio berwarna kuning terang. Membuat mobil itu terlihat sangat jelas menerobos gelapnya jalanan malam.

Joey tidak bermaksud meremehkan, hanya saja ini sangat tidak masuk akal baginya. Bahkan, gadis bersurai panjang dan gelombang itu seumur hidup belum pernah mengendarai sebuah mobil. Pulang dan pergi selalu memakai ojek online, persis seperti Rendy—sang mantan. Joey merasa malu karena dirinya kalah dari seorang ob.

“Gue dapetin ini juga susah payah kali neng. Gue rela nabung sampai nggak makan nasi sebulan loh ini.” Jelas Hendra dengan nada yang sedikit memelas.

“Nabung apaan, orang gaji lo aja 20 jeti.” Gumam gadis berlesung pipi itu.

Nampaknya Hendra mendengar kalimat Joey, karena saat ini ia sedang tersenyum manis. Manis sekali semanis madu yang tercampur dengan gula. “Salah neng, yang bener itu 20 juta 5 ribu rupiah.

“Apaan sih? Nggak jelas lo.” Balas Joey dengan sorot mata menjijikan ke arah Hendra. Mungkin memang benar, kata aneh, absurd, dan annoying sudah dihak patenkan untuk Hendra seorang.

“Tapi....” Gadis berpakaian serba pink itu menegakkan tubuhnya seketika, “Kenapa sih lo nggak mau kerja aja bareng Nagara sama Rendy? Kan kalian bersahabat tuh. Kenapa tetep mau jadi ob? Sedangkan Nagara pernah nawarin lo jabatan yang lebih tinggi dari Rendy dengan cuma-cuma, tapi lo malah nolak. Nggak waras lo sumpah.

Hendra tergelak pelan sebelum melirik gadis yang duduk di sampingnya itu. “Dari dulu cita-cita gue nggak mau jadi budak korporat neng. Gue mah cuma menyalurkan hobi aja disini.”

“Hobi lo apa emang?”

“Bersih-bersih.”

Joey langsung menghembuskan napas beratnya karena terlalu pusing mengobrol dengan Hendra yang sedari tadi bicara ngelantur. Bisa-bisanya Nagara punya sahabat macam begini. “Bersih-bersih itu bukan hobi, Hendra... tapi rutinitas semua manusia yang harus dilaksanakan.

“Iya gue tahu.”

“Ya terus?”

“Ya udah.”

“Ihhhh apaan sih?! Mending lo turunin gue dah, sebelum tas kerja gue melayang ke muka lo.” Joey mulai kesal.

“Heh kalo gue turunin lu di tengah jalan... bisa-bisa gaji gue dipotong setengah sama suami lu.”

Mendengar kalimat terakhir Hendra, membuat kedua mata Joey membulat sempurna. Suami? Apa ia tidak selah dengar?

“L... lo tahu kalo gue sama Nagara...”

“Kawin?

PLAAAKKK... “Nikah dodol.

“Awww... sakit neng. Iya itu lah pokoknya.” Hendra meringis sambil mengusap lengannya yang habis ditampar Joey.

“Kok lo tahu sih? Tahu dari mana?” Joey menatap penasaran ke arah Hendra.

Lelaki hitam manis itu hanya tersenyum miring, seolah merasa menang membuat Joey kikuk secara tiba-tiba. Mobil itu berhenti sejenak karena sang lampu lalu lintas sudah berwarna merah.

“IHHHH HENDRA JAWAB, MALAH SENYUM-SENYUM.” Joey semakin kesal dan panik dibuatnya.

Pasalnya tidak ada satupun yang tahu tentang pernikahannya dengan Nagara, meskipun sahabat Nagara sekalipun. Hanya mereka berdua, keluarga, dan Tuhan yang tahu bahwa Joey dan Nagara sudah mengikat janji suci dua tahun yang lalu.

Hendra kini menatap Joey dengan ekspresi yang susah diartikan. Dari sorot matanya seakan memiliki sejuta rahasia yang selama ini belum Joey ketahui.

—jaemtigabelas