bagian sembilan belas; kepergian.

Di dalam perjalanan yang canggung. Joey hanya duduk manis. Jantungnya berdebar sangat cepat. Sungguh. Di hatinya, Joey berdoa, semoga ada keajaiban. Semoga Nagara bisa menerima bayinya.

“Jangan takut! Dokter nggak bakal makan kamu.” Nagara melihat tangan Joey yang meremas tas kecilnya.

“Gue lebih takut lo yang makan anak gue nanti.” Kalimat yang ambigu. Nagara bukan orang bodoh yang tidak mengerti apa maknanya.

“Saya boleh sentuh kamu?” Nagara menoleh singkat.

“HAH?!! DISINI???” Joey berteriak, Nagara terjengat sedikit mendengar suara tinggi gadis itu.

“Bukan kamu tapi... Dia.” Nagara mengulurkan tangannya mengarah pada perut Joey.

Dengan wajah merah seperti biasa, Joey menahan napas saat tangan Nagara merambat pelan. Tangan kekar itu meraba perutnya. Masih belum terasa apapun. Dia masih 4 minggu, lebih sedikit. Tapi pertemuan tangan Nagara dengan perut Joey menggetarkan hati keduanya. Menggetarkan tangan kiri Nagara yang masih memegang kemudi.

Bayi empat minggumu ada di dalam, na.

Ponsel Nagara tiba-tiba berbunyi, memecahkan kesunyian diantara keduanya.

“Apa?” Jawab ketus Nagara saat menjawab melalui handsfree. Tentu setelah dia tahu, itu adalah orang kepercayaan neneknya.

“Kok bisa?… Dimana? …. Yaudah aku kesana sekarang!” Nagara memutus teleponnya. “Kita mampir ke rumah saya bentar.”

Nagara memutar kemudinya. Joey tidak pernah membayangkan akan datang ke rumah ini. Dua setengah tahun Joey menikah dengan Nagara, gadis itu belum pernah datang ke sini. Kediaman keluarga Nagara. Joey beberapa kali bertemu dangan ayah Nagara. Tapi tidak di rumah ini.

“Tunggu di sini!” perintah Nagara, meninggalkan Joey di ruang tamu seorang diri. Sedangkan lelaki itu naik ke lantai dua. Tapi bukan Joey kalau dia tidak keras kepala. Dia mengikuti Nagara dengan perlahan.

Nagara berjalan menuju kamar yang letaknya di ujung lorong lantai dua. Joey mengintip disela pintu yang terbuka sedikit. Di dalam sana, nenek Nagara terbaring di kasur. Di sekitarnya ada mertuanya, seorang dokter. Nagara dan seorang wanita yang Joey yakini adalah Freya.

“Jadi ini yang nenek maksud keadaan darurat?” Tanya Nagara.

”Berhenti main-main, na!” Sentak sang nenek. “Cepatlah kalian menikah!” Kalimat terkutuk itu lagi.

“Itu nggak bakal terjadi.” Nagara menggeram.

“Kenapa? Istri kamu itu melarang? Freya bahkan jauh lebih baik dalam segala hal dari istrimu itu. Freya bahkan pernah menolong nenek. Aku berhutang nyawa padanya. Lebih dari itu dia lebih pantas menjadi istrimu.”

“Nenek yang berhutang padanya. Jadi bayarlah sendiri! Jangan menggunakan aku.” Desis Nagara.

“Aku menginginkan Freya.” Nenek Nagara masih keras kepala.

“Anda akan mendapatkannya, nek.” Joey berbicara. Di depan pintu. Tubuhnya bergetar hebat. Semua orang terkejut. Terlebih Nagara.

“Anda mendapatkannya, Freya akan menjadi menantumu. Saya akan menyingkir seperti yang anda inginkan.”

“JOANNE!!” Nagara berteriak. Membentak.

“Ini semua udah cukup buat gue.” Joey berbalik. Berlari menuruni tangga.

“Sial!” Nagara mengumpat. Menyusul Joey.

“Berhenti disitu Joey!”

Tidak menghiraukan, Joey terus berlari. Sampai di halaman depan, Nagara menggenggam tangan Joey. Ya Tuhan, bayi empat minggu itu masih di dalam dan Joey berlari seperti orang kerasukan. Rahang Nagara mengeras.

“Dengerin saya dulu!” Sentak Nagara.

“Dengerin apa? Lo sama Freya? Gue udah tahu semuanya. Lo laki-laki brengsek, na. Pergi aja sama cewek lo itu. Gue sama anak gue nggak butuh lo. Gue bisa rawat sendiri. Gue benci sama lo, Nagara!” Joey berteriak di depan wajah Nagara. Lalu menangis keras.

Nagar terkejut bukan main. Dan dia lengah. Joey meringis memegang perutnya. Gadis itu menatap Nagara. Berusaha mengadu pada lelaki jangkung itu lewat matanya. Joey meremas kaos Nagara. Lelaki itu membeku. Pemandangan di depannya terlihat seperti malaikat pencabut nyawa baginya. Ini lebih dari mengerikan.

“Sakiitttt…”

“Apa? Mana yang sakit?” Nagara panik bukan main. Joey meringis lagi.

”JAWAB JOEY!!”

“Perut gue… perut gue sakiiitttt…” Joey menangis. Terisak semakin kencang.

“Ya Tuhan kamu berdarah.”

Darah mengalir deras dari sela paha Joey. Tanpa babibu lagi, dengan ketakutan yang luar biasa, Nagara membawa Joey dalam gendongannya.


Nagara masih berdiri di depan ruang bangsal. Setelah 2 jam berada dibawah tangan para dokter, Joey baru sadarkan diri ketika hari mulai malam. Istrinya di dalam sana dan Nagara masih belum menemuinya.

Nagara termenung sejenak. Perlahan, membuka pintu kamar rawat Joey. Nagara melihat malaikat maut lagi, terasa seperti akan mati. Joey duduk di kasur bangsalnya dengan pakaian rumah sakit yang kebesaran untuk badan mungilnya. Tatapannya lurus dan kosong. Wajahnya pucat. Matanya memerah dan basah. Dia pasti sudah tahu semuanya.

“Nagara...” Lirih Joey. Yang pertama menyapa, saat ia menyadari kehadiran lelaki bersurai hitam legam itu.

“Bayi gue udah mati. Hari ini, bukan dihari lain.” Joey terisak lagi. Suaranya pedih. Matanya berisi kesedihan dan kehilangan.

Nagara tercekat. Tidak bisa bernapas dengan benar. Dia ingin memeluk daksa gadis pedih itu.

“Permintaan lo udah terpenuhi. Sekarang giliran gue yang minta.” Joey bergetar dalam suaranya. Dia tidak mendengar hatinya. Dia tidak sejalan dengan logikanya. Dia menjauh dari akal sehatnya.

“Ayo, kita cerai.”

Hancur sudah dunia Nagara saat ini. Istrimu ingin berpisah denganmu, na.

”Yaudah kalo emang itu mau kamu.” Nagara hanya menjawab begitu sebelum dirinya berjalan menjauh dari seluruh kesadarannya.


Nagara keluar dari ruangan itu, setelah menyetujui permintaan sang istri. Nagara setuju? Bahkan lelaki itu sendiri tidak yakin. Apa dia memang setuju?

Nagara bersandar di pintu ruang bangsal. Pandangannya masiu kosong. Dengan gerakan pelan, Nagara merogoh saku celananya. Dia mendapatkan sesuatu dari dalam.

Selembar berwarnya hitam putih. Foto bayi tiga minggunya yang dulu sempat diambil saat pertama kali Joey mendapatkan perawatan medis.

“Maafin ayah, Sayang. Maafin ayah, Giselle.” Nagara menangis dalam diamnya.

Dalam sakitnya. Bersama Joey yang terisak dengan suara yang bisa di dengar, bahkan di tempat Nagara berdiri sekarang.

Giselle?

Iya, Nagara sudah menamai Anaknya. Giselle Joanna Nathania. Itu nama bayi empat minggunya. Bayi pertamanya. Bayi yang menemani Nagara saat Joey pergi dari apartemennya. Menemani Nagara tidur setiap malamnya. Bahkan saat lelaki itu di rumah sakit pasca dihajar Malik habis-habisan di seluruh tubuhnya.

Bayinya yang telah tiada. Giselle yang menemaninya, walau hanya berwujud selembar hitam putih.

“Kamu terlalu cepat pergi. Ayah bahkan baru sekali pegang kamu nak.”

Demi Tuhan, kan? Nagara benar-benar mencintai bayi empat minggunya.

—jaemtigabelas