bagian seratus sembilan belas; dua orang misterius.

Perlahan Anne membuka pintu rumahnya yang sudah dalam keadaan gelap gulita dan sunyi itu. Tidak ada seorang pun disana. Hanya hawa dingin dan mencengkam, membuat bulu kuduk Anne berdiri seketika. Ia masih ingat bahwa ini adalah rumahnya. Rumah yang sudah ia tinggal bersama keluarga kecilnya selama delapan tahun lamanya. Tapi entah mengapa, Anne merasa sangat takut saat membuka pintu rumahnya sendiri.

Wanita dengan setelan casual serba merah muda itu berjalan menuju ruang tamu. Ia menaruh coat dan tas kerjanya di atas sofa ruang tamu sambil melirik ke sekitarnya. Benar-benar tidak ada seorang pun disana. Dimana Jeffry? Apakah lelaki itu sudah masuk ke alam mimpinya?

Dengan perasaan yang amat sangat takut, jantung yang berdebar kencang serta keringat dingin yang mulai bercucuran. Anne berjalan menaiki tangga rumahnya menuju kamar utama. Bisa dipastikan suaminya itu berada disana. Karena pesan terakhir yang Anne dapat adalah Jeffry yang memaksanya untuk pulang ke rumah.

Jika kalian bertanya bagaimana perasaan Anne saat ini? Mungkin wanita itu tidak bisa menjawab selain perasaan yang campur aduk. Disisi lain Anne memiliki hasrat untuk segera menyadarkan Jeffry bahwa lelaki itu sudah melakukan dosa yang sangat besar. Namun disisi lain juga Anne merasa takut. Bahkan sampai sekarang Anne belum bisa menerima fakta bahwa suaminya yang sudah ia cintai selama hampir sembilan tahun itu ternyata adalah seorang psikopat. Psikopat yang sangat ditakuti oleh penduduk seluruh negeri ini. Fyi saja, kasus pembunuhan berantai yang mayoritas korbannya adalah para polisi jalanan itu sudah sangat terkenal sampai ke luar negeri. Kasus yang dikenal sangat sulit untuk dipecahkan.

Akan tetapi bagaimanapun, Anne harus melakukan ini. Jeffry adalah suaminya. Suami sah dimata negara. Anne sebagai istri harus bisa menghadapi suami psikopatnya itu. Meskipun dilanda rasa takut yang sangat luar biasa, Anne yakin kalau Jeffry tidak akan menyakitinya.

Anggap saja luka ditangannya ini adalah kesalahan Anne karena tidak bisa main aman pada saat itu.

Dan disinilah dirinya berada. Di depan pintu kamar utama dimana Anne dan Jeffry tidur bersama. Tangan Anne terangkat menggenggam kenop pintu. Napasnya berhembus pelan namun ada sedikit penekanan di dadanya. Tidak, hilangkan rasa takut mu itu Anne. Ini suamimu, bukan psikopat gila yang membunuh sudah hampir seratus korban jiwa.

Setelah memastikan hatinya sudah siap, akhirnya Anne sedikit membuka pintu tersebut. Menampakkan Jeffry sedang tidur pulas disana dengan posisi tengkurap. Kepalanya menghadap ke arah jendela kamar sehingga Anne hanya bisa melihat punggung polos tanpa sehelai benang milik Jeffry.

Merasa sudah pasti kalau sang harimau masih tertidur pulas. Anne kembali menutup pintu kamarnya dengan sangat pelan. Jangan sampai Jeffry bangun dan tahu kalau saat ini Anne sedang berjalan menuju ruang kerja Jeffry yang terletak di lantai satu.

Sial. Jeffry mengganti kenop pintunya menjadi kenop elektronik dimana orang harus memasukkan kode terlebih dahulu baru pintunya bisa terbuka.

'Tenang Anne. Kamu hanya perlu memasukkan kodenya dengan benar.' Batin Anne menenangkan dirinya.

Anne sedikit membungkuk. Kemudian ia mulai memasukkan kode pintu satu per satu.

Tanggal dan bulan lahir Jeffry. Salah.

Tanggal dan bulan lahir Anne. Salah.

Tanggal dan bulan lahir Luna. Salah.

Anne menggigit bibirnya. Tiga kali percobaan gagal. Kalau bukan ketiga kode itu, lalu apa kode yang sudah disetting Jeffry sebelumnya?

Tanggal dan bulan anniversary pernikahan. Salah.

Anne kembali berpikir keras. Ia hanya mempunyai satu kali kesempatan. Jika ia memasukkan kode yang salah, maka alarm pada pintu ini akan berbunyi dengan sangat kencang

Setelah berpikir keras, Anne tertegun sejenak. Hatinya antara yakin dan tidak yakin. Tapi, Anne tetap mencoba memasukkan beberapa angka yang terlintas diotaknya. Semoga berhasil.

11031997

Benar. Dan pintu tersebut terbuka.

Anne seketika bernapas dengan lega. Untung saja ia tahu tanggal, bulan, dan tahun lahir Steff. Tanpa berpikir panjang lagi, Anne langsung merangkap masuk ke dalam ruang kerja Jeffry. Sebenarnya tujuan ia nekat pulang ke rumah disaat Jeffry telah ditentukan bersalah itu adalah ingin memastikan sesuatu. Sesuatu yang selama ini mengusik pikirannya.

Langkahannya terhenti tepat di depan rak buku yang menjulang ke atas hampir memenuhi ruangan ini. Rak buku yang membuat Anne mati penasaran tentang ada apa dibalik rak buku ini. Sampai Luna sangat ketakutan jika disuruh pergi ke ruang kerja ayahnya.

Anne membuang satu per satu buka yang terjejer rapih disana. Mencari sesuatu yang bisa membuat rak ini terbuka. Sambil sekali-kali wanita berambut sebahu itu menoleh ke belakang. Meyakinkan dirinya kalau Jeffry tidak mengikutinya.

Setelah mengecek keseluruhan rak tersebut, hasilnya nihil. Anne tidak menemukan apapun disana. Padahal setengah dari rak tersebut, Anne sudah membuang semua bukunya. Apakah ia harus membawa tangga kesini untuk mengecek rak bagian atas juga?

Tunggu. Kedua mata Anne memicing seketika saat menemukan hal yang ganjal dihadapannya. Bukan apa-apa, hanya terkstur tembok yang nampak mencurigakan. Tekstur tembok yang sedikit menonjol ke depan. Tangan Anne bergerak untuk memastikan. Dan saat Anne menyentuh tekstur tembok yang menonjol itu, alangkah terkejutnya Anne saat rak buku itu tiba-tiba terbuka lebar dengan sendirinya.

Dan yang benar saja, ada ruangan rahasia dibalik rak buku ini. Ruangan gelap yang hanya diterangi oleh satu lampu kecil. Dengan perasaan yang campur aduk. Terkejut, tercengang. Anne masuk ke dalam sana. Kedua matanya menyusuri seluruh sudut ruangan ini. Ada beberapa peralatan medis disini. Yang bisa dipastikan benda ini milik suaminya. Tapi, untuk apa Jeffry membuat ruangan rahasia ini?

“Tolong.”

Anne tertegun. Gendang telinganya mendengar suara dari samping kanannya. Suara berat yang sangat lirih. Suara orang yang sudah tidak mampu lagi berbicara dengan bibirnya. Dan ternyata suara tersebut dari kedua orang yang kini duduk tidak berdaya di ujung sana. Wanita paruh baya dan seorang lelaki yang nampak lebih tua dari Jeffry. Masing-masing leher mereka dipasang kayu, layaknya orang yang sedang dipasung. Serta kedua tangan yang dirantai ke atas. Mereka melemah. Mereka sekarat. Wajah dan tubuh mereka sudah penuh luka dan lebam dimana-mana.

Siapa kedua orang ini? Dan apa yang terjadi pada mereka?

“Tolong ... Bunuh kami saja.” Ujar sang wanita paruh baya itu sambil menangis tersedu-sedu.

Anne hanya bisa terdiam ditempat. Tangan kanannya menutup mulutnya yang menganga tidak menyangka. Kedua matanya jelas menangkap kedua orang yang selama ini disekap di tempat mengerikan ini. Apakah benar ini perbuatan suaminya?

Terlihat juga ada beberapa foto korban perbuatan keji yang dilakukan oleh Jeffry. Lelaki itu sengaja memfoto para korbannya dan ia pajang di seluruh dinding ruangan ini. Anne tidak sanggup. Bahkan melirik pun Anne enggan.

Ia masih tidak menyangka. Jadi, apa yang dibilang oleh Luna semuanya benar. Karena selama ini, Anne hanya menganggap bahwa putrinya itu sedang berhalusinasi saja saat ia menceritakan ada sosok dua orang yang meronta ingin dikeluarkan dari sini.

“Bunda. Luna takut.”

“Ada orang di ruang kerja ayah, bun.”

“Orang itu minta tolong ke Luna.”

“Jangan suruh Luna pergi ke ruang kerja ayah lagi ya bun. Kalau orang itu culik Luna gimana?”

Jadi selama ini, Luna sudah tahu semua? Anak tujuh tahun itu harus melihat pemandangan mengerikan ini? Oh my God. Kepala Anne rasanya ingin pecah.

Anne melangkah mundur perlahan. Menjauh dari dua orang yang ia pun tidak tahu mereka siapa? Akan tetapi, langkahannya tiba-tiba terhenti saat punggungnya merasa menyentuh dada seseorang. Anne sampai bisa merasakan denyut jantung orang yang berdiri di belakangnya saat ini.

“What are you doing, honey?” Bisik Jeffry di telinga Anne sambil menodongkan pisau lipat ke arah leher jenjang wanita itu.

—jaemtigabelas