bagian tujuh; terbang lalu jatuh.
Setelah melewati mimpi yang cukup panjang, Joey mulai mengerjapkan mata. Matanya terbuka sempurna saat sesuatu yang ia cari sudah tidak berada di sampingnya.
”Udah bangun?” Suara berat tersebut membuat gadis yang nyawanya masih belum terkumpul itu terpaksa menegakkan tubuhnya.
Mendapati Nagara yang sibuk mengutak-atik beberapa berkas dan laptop di meja kerjanya yang terletak tidak jauh dari tempat tidur. Meja kerja yang sengaja dihadapkan ke arah jendela yang sangat lebar, hampir memenuhi ruangan putih itu. Sehingga kini Nagara bisa melihat secara jelas rembulan yang sedang memancarkan cahayanya ke bumi.
”Jam berapa sekarang?” Tanya Joey sambil menguap dan mengucek mata kanannya.
Nagara lalu melirik jam berbentuk kotak yang berada di samping kanannya. ”Jam tujuh.”
Netra Joey seketika membulat saat mengetahui sekarang pukul tujuh malam. Kalau dirinya berangkat dari rumah pukul sembilan pagi, itu berarti Joey sudah menghabiskan sepuluh jam untuk tidur di tempat orang.
Tapi ini apartemen suami mu Joey kalau kamu lupa.
”Ck saya kira kamu mati. Bisa-bisanya seorang gadis menghabiskan waktu 10 jam cuma buat tidur di kasur orang.”
Joey mendengus kesal. ”Lo udah sembuh? Kalo masih sakit nggak usah sok-sok an ngajak berantem deh.”
Nagara merapihkan tumpukan kertas yang hampir memenuhi meja kerjanya lalu menutup laptop. Rambutnya yang sedikit basah dan aroma tubuh sabun menandakan bahwa lelaki itu baru selesai mandi.
”Mending sekarang kamu mandi.” Perintah Nagara sambil berjalan menghampiri Joey.
”Nggak mau. Gue mandi di kosan aja.”
Terlihat raut muka kesal di wajah Nagara.
”Lo udah makan?”
”Belum.”
”Yaudah gue bikinin bubur kalo gitu.”
Joey beranjak dari kasur dan berjalan menghampiri Nagara yang tengah menatapnya.
”Serius udah sembuh?” Tangan Joey terangkat untuk menyentuh dahi sang suami.
Akan tetapi, Joey seketika tertegun saat itu juga. Posisi ini, membuatnya merasa deja vu. Mengingatkan Joey saat pertama kali mencium Nagara di kantor waktu itu. Persis seperti ini.
Dan entah kenapa rasanya Joey ingin melakukannya lagi. Ia menatap bibir pucat yang ada pas di matanya itu. Bibir yang pernah ia jamah dan membuatnya nagih. Apakah ia salah jika mengulang kejadian itu lagi? Lalu apa artinya pernikahan mereka kalau soal mencium saja harus merasakan canggung terlebih dahulu.
Ok, mungkin saat ini Joey akan menuruti suara hatinya. Gadis pendek itu mulai menangkup rahang Nagara lalu mengecup bibir tipis itu. Hanya mengecup secara singkat, tidak lebih.
”Ini buat lo. Semoga cepet sembuh.” Ungkap Joey dengan nada yang sedikit gugup.
Gadis itu berbalik. Namun Nagara menginginkan hal lain. Lelaki jangkung itu menarik tangan Joey dan merengkuh tubuh gadis mungil itu ke dalam pelukannya lalu mencium bibir ranum Joey. Keduanya saling memejamkan mata. Menikmati kecupan demi kecupan yang diciptakan oleh kedua insan tersebut. Sesekali melumat secara kuat, dan sesekali Nagara menggigit bibir bawah Joey agar lebih leluasa mencumbu bibir manis sang istri.
Joey kemudian memeluk leher Nagara lalu menjambak sedikit surai hitam milik suaminya itu.
Rasa cherry dari lipbalm Joey membuat Nagara semakin ingin berbuat lebih. Lelaki itu membawa tubuh Joey untuk bersandar pada dinding kamar. Ciuman yang awalnya teratur kini menjadi ciuman yang menuntut. Tangan Nagara tidak tinggal diam. Ia mulai meraba tubuh Joey dengan perlahan. Mulai dari pinggul, perut dan berakhir di buah dada gadis itu.
Oh, apakah mereka akan melakukannya malam ini?
Ting... tong...
Mungkin tidak. Suara bel apartemen membuat Nagara dan Joey terpaksa menghentikan aktivitas ciuman panas mereka. Keduanya terdiam, masih sibuk memasok udara yang sempat terkikis akibat ciuman itu.
Setelah merasa bisa bernapas seperti semula, Nagara mulai menjauh dari Joey dan melangkah keluar untuk membuka pintu.
Joey sempat merutuki orang yang sudah mengganggu kegiatannya. Mungkin kalau tidak ada orang yang memencet bel, Joey akan berakhir telanjang di atas tempat tidur Nagara besok pagi.
Merasa penasaran dengan siapa yang datang ke apartemen suaminya di malam seperti ini, Joey melangkah menyusul Nagara.
Langkahannya terhenti seiring detak jantungnya yang mulai hilang. Mata Joey seketika panas saat mendapati seorang wanita yang ia yakini adalah Freya tengah memeluk erat daksa suaminya. Apa yang mereka lakukan? Bisa-bisanya Nagara hanya diam saat dipeluk oleh wanita asing?
Dengan amarah yang memuncak, Joey berjalan melewati dua pasangan yang tengah berpelukan itu dan berniat untuk pergi dari sana. Namun Nagara segera menahan tangan Joey.
”Mau kemana?”
”Pulang.” Cuek Joey.
Merasa ada atmosfir yang tidak bersahabat, Nagara melepaskan pelukan Freya dan menatap gadis itu.
”Frey, kamu masuk ke dalam dulu. Kita lanjut nanti.”
Freya menurut. Ia masuk ke dalam seakan apartemen tersebut adalah miliknya.
Sepeninggalan Freya, Nagara kembali menatap Joey yang sudah diselimuti oleh rasa kecewa.
”Jangan pulang sendiri. Biar saya telpon Hendra dulu.”
Joey sedikit mendecih tidak menyangka. Apakah ia tidak salah dengar?
Nagara, kalau kamu memang memiliki hati nurani... setidaknya antar istrimu pulang terlebih dahulu, bukan malah menyuruh lelaki lain untuk mengantarkan gadismu pulang.
Hanya berselang lima menit, Hendra muncul di antara mereka. Dengan celana boxernya berwarna biru gelap, memakai hoodie big size, serta wajah bare facenya.
”Kenapa?”
”Antar dia pulang!” Pinta Nagara tanpa menatap ataupun melirik gadis yang tangannya masih ia genggam.
Hati Joey sudah terlanjur sakit. Gadis itu menepis tautan tangan Nagara lalu menatap lelaki berhati binatang itu.
PLAAAKKKK... Tamparan keras mengenai pipi kanan Nagara.
Sakit? Sakit Nagara? Tapi rasa sakit di pipimu tidak sebanding dengan rasa sakit yang ada di hati Joey saat ini. Sangat sakit, sampai gadis itu tidak bisa mendefinisikan rasa sakit itu.
”Lo emang cowok paling brengsek yang pernah ada Nagara!” Ungkap Joey dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
”Ayok pulang.” Pinta Joey pada Hendra, sebelum akhirnya gadis itu benar-benar menghilang dari pandangan lelaki yang membuat hatinya patah untuk kesekian kalinya.
—jaemtigabelas