Chapter 1: Mantan dua tahun nya.

“Ahhh, ganggu aja lo setan,” gerutu Mahesa yang terlihat kesal saat layar ponsel nya baru saja menampakkan wajah Hisyam yang tengah tersenyum usil.

Pasal nya, lelaki berdarah Kanada itu walaupun terlihat good looking, namun ia tidak bisa menghindari takdirnya bertemu dengan lelaki sejahil Hisyam.

Sedikit cerita, Hisyam sebenarnya anak nya suka jahil, apalagi kalau bersama sahabat plus manager nya itu, hidup Mahesa pasti tidak bisa tenang. Hanya saja karena terhalang status dia sebagai aktor papan atas, dia harus bisa menjaga image di depan banyak orang yang sedang mengagumi sosok Fabian Hisyam Gazali itu. Kadang Hisyam berpikir bahwa semenjak ia memutuskan untuk menjadi aktor, Hisyam tidak bisa menjadi dirinya sendiri.

“Mana tuh cewek?” Alis Hisyam sedikit berkerut saat menyadari bahwa Mahesa sedang duduk seorang diri.

“Belum dateng. Ini napa jadi lo dah yang demen ketemu nih cewek?”

“Kagak, penasaran doang gue. Salah?”

“Iya dah lo yang paling bener di dunia ini.” Pada akhirnya Mahesa mengalah. Karena berdebat dengan Hisyam pasti tidak akan bertemu jalan keluar nya. Jadi mau tidak mau harus ada yang mengalah salah satu bukan?

Dan yang paling sering mengalah adalah Mahesa. Hisyam termasuk tipe lelaki yang sedikit keras kepala.

“Kenal dimana lo sama nih cewek?” tanya Hisyam penasaran. Meskipun wajahnya mencoba untuk tidak mengekspresikan rasa penasaran nya itu.

“Dari shopee hahahahahha.” Mahesa tertawa. Deretan gigi yang rapih itu pun terpampang jelas karena kepalanya yang ia dongak kan sedikit.

Lelaki yang berada di seberang sana hanya menatap bingung. “Shopee?” gumam Hisyam yang masih berpikir.

Beberapa detik setelah, otak nya seakan langsung tersambung. “ANJG LO. JANGAN BILANG PAS GUE MINTA LO BELIIN AMEL SCARF-“

“Kagak anjir. Gue mau cod ini, ambil scarf buat adek lo tersayang,” potong Mahesa cepat dengan sedikit penekanan di kalimat terakhir

Hisyam menggeleng pelan. Bisa-bisa nya ia tertipu. Pantas saja dirinya merasa heran sejak tadi saat Mahesa bilang ingin bertemu dengan seorang gadis. Karena selama ini Hisyam berpikir kalau manager nya itu tidak tertarik dengan gadis.

Bisa dibilang homo? Hisyam tidak tahu. Karena saat lelaki itu bertanya alasan mengapa Mahesa tidak pernah ada hilal berpacaran, manager nya itu hanya menjawab kalau ia sedang tidak tertarik. Jadi jangan salahkan Hisyam kalau ia berpikir Mahesa menyukai sesama jenis.

“Emang kalo lo bilang mau ketemuan sama cewek itu mitos ya hes. Gue pikir lo udah mulai suka sama cewek.”

“Lah, emang iya gue mau ketemuan. Cuma beda situasi aja bray. Nggak bawa perasaan.”

“Halah, ntar juga gue yakin lo bakal kepincut sama nih cewek.”

“Seberapa yakin?”

“100% yakin,” jawab Hisyam penuh keyakinan.

“Kalo gue beneran kepincut, gue dikasih apa?”

“Nggak bisa gitu lah hes. Perasaan bukan taruhan. Apalagi Ini soal cewek. Lo harus tulus lah. Kalo nggak bisa tulus jangan sok sok an mau kepincut. Gue gebuk lo kalo sampe gue lihat lo mainin cewek.”

“Hahahahaha nggak lah bray. Liat aja dah nanti. Gue juga bosen jomblo terus anjir.”

Nah, akhirnya kalimat langka itu keluar dari mulut Mahesa.

Disela Mahesa bercerita soal rutinitas nya hari ini. Mata Hisyam justru terfokus pada sosok gadis yang berdiri agak jauh di belakang sana. Dari layar ponsel tersebut terlihat jelas wajah gadis yang tidak asing di mata dan otak nya. Gadis berambut panjang dengan outfit yang pas untuk pergi ke cafe pada siang hari. Hanya memakai kaos crop top berwarna putih panjang serta celana jeans berwarna hitam. Hisyam seperti hapal dengan gaya outfit tersebut. Persis seperti outfit gadis yang pernah membawa pelangi ke dalam hidup nya.

Ya, itu Zena. Hisyam yakin itu Zena. Dari tinggi nya, paras nya, dan outfit andalan nya. Zena tidak suka apabila keluar di siang hari harus memakai jaket, atau pun kaos yang panjang, intinya baju yang menutup semua tubuh nya. Karena Zena tidak kuat dengan suhu panas. Maka dari itu saat gadis itu keluar siang-siang, Zena pasti memakai outfit yang santai, dan seperti apa yang dibilang Dava sebelumnya kalau baju yang dipakai Zena selalu bisa mengundang zina mata.

Hisyam menjadi bertanya-tanya, apa tujuan Zena ke sini? Apakah ini memang takdir mereka untuk bertemu walau disituasi yang berbeda? Hisyam sontak tersenyum tipis saat Zena terlihat bingung menoleh ke kanan dan ke kiri nya.

’it's good, that she's fine.’ batin Hisyam.

“Udah gila ya lo senyum senyum sendiri.” Fokus Hisyam buyar saat mendengar ejekan dari Mahesa di layar ponsel nya.

Namun Hisyam tidak menghiraukannya. Mata nya masih memandangi Zena yang wajahnya berubah menjadi panik. Melihat itu Hisyam pun juga ikut panik meski tidak tahu alasan nya apa. Dan beberapa detik selanjutnya Zena pun pergi meninggalkan cafe plus teman nya yang Hisyam tidah tahu nama nya.

“Syam. Lo kenapa sih?” Mahesa semakin dibuat bingung. Pasal nya Hisyam sedari tadi menunjukkan gerak gerik aneh.

“Nggak papa. Tadi sampe mana?”

“Sorry, lo Mahesa bukan?” Suara gadis tiba-tiba terdengar menyapa Mahesa.

“Yes. Lo yang jual scarf itu?” jawab Mahesa dengan senyum yang lebar. Kedua matanya sontak berbinar, seolah ada cahaya bintang di sana. “Ok bray, ntar lagi ya. Gue sibuk. Bye.”

Layar pun kembali menghitam. Hisyam perlahan menurun kan ponselnya seraya detak jantung nya yang ikut menurun. Ia sudah lama tidak merasakan ini. Jantung nya berdebar, salah tingkah, dan jatuh cinta lagi. Tepat nya pada satu orang yang sama. Gadis dengan bentuk dagu sedikit lancip, mata yang seperti mata kucing, dan penyuka Justin bieber garis keras. Zena tidak berubah, masih gampang panik seperti dulu kala. Namun hal itu yang sukses membuat Hisyam ingin pulang ke Indonesia dengan cepat dan bertemu dengan Zena secara langsung.

Sumpah demi apa pun, Hisyam sangat merindukan mantan dua tahun nya itu.