Hal yang paling ditakutkan, terjadi.
BRUAAKKK!!! bunyi dobrakan pintu yang sangat keras seketika menggema ke seluruh ruangan. Lelaki dengan setelan serba hitam itu masuk dengan langkah yang tergesa-gesa dan napas yang memburu. Matanya yang memerah menandakan kalau amarahnya sudah memuncak. Ia masuk sambil membuka masker hitam yang menghalangi wajah tampannya itu dengan kasar.
“MAKSUD KAMU APA NGIRIM VIDEO ITU HAH?!” Teriaknya sambil mencengkram keras rahang Anne yang sedari tadi tengah sibuk berkutat dengan piring kotor.
Tatapan Anne yang tenang kini beradu dengan tatapan penuh pitam dari Jeffry. Lelaki itu jelas sangat marah, ia tadi berada di rumah sakit, dan sedikit lagi Jeffry akan menghabisi Pak Josh dengan mudah. Tapi saat dirinya ingin menyuntikkan racun mematikan ke selang infus bapak mertuanya itu, Jeffry justru mendapatkan pesan dari Anne. Istrinya itu mengirim sebuah video tentang dua lelaki yang sedang berbincang serius di ruang introgasi. Namun, yang membuat Jeffry sangat marah adalah, video tersebut membuktikan kalau semua asumsinya selama ini salah. Tidak ada sebuah pengkhianatan diantara dua lelaki yang ada di video tersebut.
“KAMU SENGAJA BIKIN RENCANA KU HANCUR, HAH? IYA?!” Jeffry sudah sangat marah. Tidak peduli kalau yang ia bentak dan cengkram ini wanita yang ia pinang beberapa tahun yang lalu. Yang ada dihatinya saat ini hanyalah sebuah kemarahan yang tidak bisa ditoleransi.
Dengan penuh tenaga, Anne justru melepaskan cengkraman Jeffry dari rahangnya. Tanpa kenal takut, Anne maju selangkah dengan sorot mata yang tajam. Seperti bukan Anne, wanita yang lemah lembut, yang takut akan suatu hal buruk terjadi kedepannya. Ini jelas bukan Anne.
“Bagaimana? Video itu cukup buat kamu berpikir kalau ayah aku nggak salah? Kamu sekarang percaya, kan? Di video itu jelas-jelas ayah aku bilang kalau dia nggak terima dana suap dari Pak Adhi sama sekali. Cuma dia, Jeff. Meskipun waktu itu bunda aku lagi sakit keras dan butuh biaya buat operasi penyakitnya, tapi ayah ku nggak mungkin ngekhianatin sahabat yang udah bertahun-tahun nemenin dia.” Jelas Anne dengan suara yang sedikit bergetar. Terlihat jelas, wanita sok kuat itu tengah menahan tangisnya.
Jeffry dengan cepat menggelengkan kepalanya. Topi hitam yang menutupi hampir setengah wajahnya itu tidak dapat menyembunyikan raut wajah yang begitu panik. Keringat dingin sudah memenuhi seluruh tubuhnya.
“Nggak mungkin,” Jeffry tertawa sarkas, “Itu video pasti dimanipulasi, kan?”
“Nggak, jeff. Justru video yang kamu simpan, itu yang sengaja dimanipulasi sama Pak Adhi. Biar kamu punya dendam tersendiri sama ayah ku. Pak Adhi tahu hubungan ayah ku sama Pak Rudy, jadi dia sengaja menjadikan ayah ku kambing hitam. Maka dari itu dia kasih video palsu itu ke kamu, biar kamu sendiri yang bakal membunuh ayah ku nantinya. Semuanya sudah direncanakan dari awal sama ayah angkat kamu.”
Hancur sudah dunia Jeffry sekarang. Dendam yang selama ini ia pendam dalam-dalam, kini telah melebur dengan sendirinya. Semua perlakuan kejinya seakan sia-sia karena mentargetkan orang yang salah. Dan begitu bodohnya, dirinya malah termakan oleh omongon lelaki paling bangsat yang selama ini ia percaya. Jeffry sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Amarahnya semakin tak terkendali.
“ARRGGHHHHHH!!!”
PRAAAANGGGGG!!!
Jeffry langsung membuang semua benda yang berada di atas meja makan. Alhasil semua piring dan sendok berhamburan ke seluruh lantai dapur, membuat Anne menutup kedua telinganya. Tubuhnya mulai bergetar takut. Semua pikiran negatif seketika mengerubungi otaknya saat ini. Termasuk bayangan Jeffry yang ingin membunuhnya.
Akan tetapi entah dapat pikiran darimana, bukannya mundur Anne justru menghampiri Jeffry yang sedang dilanda emosi, lalu langsung memeluknya dari belakang. Merasa sentuhan yang tidak terduga dari Anne membuat tubuhnya sedikit menegang.
“Jeff, udah ya. Luna lagi tidur. Nanti kalau dia bangun terus lihat kamu banting-banting barang ... dia pasti takut sama kamu nanti.” Ucap Anne mencoba meredakan amarah Jeffry. Meskipun Anne ragu apakah ini berhasil atau justru tidak.
Tapi sepertinya tidak, karena sekarang Jeffry justru mengambil sebuah pisau dapur lalu menodongnya ke leher Anne. Tubuh kekar itu berhasil mengunci tubuh mungil Anne, sehingga wanita dengan rambut sebahu itu tidak bisa pergi kemana-mana. Bahkan mini kepalanya juga tidak bisa bergerak sedikitpun, karena bilah pisau yang sangat tajam itu siap untuk membelah kepala Anne apabila ia berani memberontak.
Tatapan keduanya saling beradu. Bukan menentukan siapa yang paling kuat dan tangguh, melainkan siapa yang paling menderita diantara keduanya. Dengan mata yang saling memerah dan berair, mereka utarakan semua rasa sakit yang selama ini mereka pendam melalaui tatapan itu.
“Kenapa? Kenapa kamu selalu ngehalangin rencana ku, ann? Aku cuma mau menghentikan ini semua. Karena jujur, semua dendam ini sungguh menyiksaku. Dari dulu aku mau menghentikannya, tapi setiap melihat ayah kamu tertawa, hidup dengan tenang, aku nggak bisa. Aku nggak bisa ngebiarin orang yang bikin keluarga hancur hidup dengan bahagia, sama halnya aku ngebunuh ayah angkatku sendiri. Tapi nggak tahu kenapa, waktu aku mau ngebunuh ayah kamu, rasanya berat ....”
Pisau itu lalu menjauh dari leher Anne. Jeffry membuangnya. Wanita itu seketika menghela napas lega.
“Kayak sekarang, aku bahkan nggak bisa ngebunuh kamu.” Imbuhnya seraya tersenyum lirih dengan tatapan pedih ke arah Anne. Air mata itu akhirnya jatuh dari kelopak mata penuh kemarahan.
Jeffry bisa saja membunuh Anne saat ini juga. Ini akan menjadi peluang baginya untuk menumpahkan semua dendam dam amarahnya pada wanita yang sudah menghancurkan rencananya. Toh juga tidak ada yang lihat. Luna untungnya masih di alam bawah sadarnya.
Akan tetapi, saat melihat Anne yang sangat ketakutan, menundukkan kepala dengan tubuh yang sedikit bergetar, membuat Jeffry mengurungkan niatnya. Awalnya, dengan menggunakan pisau dapur yang ia arahkan ke leher Anne, dalam otak Jeffry seolah mengatakan kalimat ‘bunuh ... bunuh ... bunuh ...’. Namun entah kenapa semuanya justru hancur.
Dan Jeffry baru sadar kalau dirinya tidak bisa membunuh, bahkan menyakiti wanita tidak bersalah ini.
“BANGSAT!!!” Pekik Jeffry dengan lentang, kemudian pergi dari pandangan Anne. Tidak peduli kemana tempat yang harus ia tuju untuk saat ini. Yang penting sekarang, dirinya hanya perlu menjauh sebelum menyakiti Anne semakin dalam.
Kepergian Jeffry membuat luka yang ada di hati Anne semakin terbuka lebar. Tubuhnya langsung ambruk ke lantai, terduduk tidak berdaya dengan penuh air mata.
Hampa, semua jadi hampa sekarang. Keluarganya hancur? Jelas sudah terwujud sekarang. Jeffry nya pergi, dan entah kenapa Anne justru tidak bisa menahan lelaki itu. Pikirannya sudah terlanjur kacau sekarang. Bahkan untuk berdiri lagi pun, Anne masih tidak kuat untuk itu.
Detik selanjutnya, Anne menangis dibalik punggung tangannya. Menangis sangat kencang dengan tangan sedikit berdarah akibat terkena goresan pisau yang Jeffry pegang tadi. Persetan dengan rasa sakit ditangannya, Justru rasa sakit yang ada di relung hatinya yang kini menyerang dirinya.
Sakit, sangat sakit. Tidak ada obat yang berhasil menyembuhkan luka tersebut.
Semua sudah Anne lakukan untuk menjaga keluarganya agar tetap utuh seperti sedia kala. Tapi seolah takdir tidak mengizinkannya untuk melakukan itu. Mungkin Tuhan marah karena keputusan Anne untuk bungkam soal kejahatan suaminya selama ini, sehingga korban yang terbunuh semakin banyak setiap bulannya.
Bisa dibilang, ini karma yang tepat untuk Anne. Hal yang paling ia takuti sekarang terjadi.
Apa yang akan ia lakukan setelah ini?
—To Be Continued—
jaemtigabelas