Mememilih Bungkam.
Derasnya hujan membasahi sudut kota. Seluruh jalanan malam menjadi basah akibat rintikan air hujan yang sangat deras. Suara petir yang menggelegar, membuat suasana malam tersebut semakin mencengkam.
Jeffry baru saja turun dari mobil merahnya yang terparkir di halaman rumah. Berlari pelan menuju depan rumahnya lalu membuka pintu. Lelaki jangkung itu kemudian melepaskan sepatu kerjanya. Sambil melangkah masuk, ia membuka tudung jas hujan yang dipakainya. Tak mempedulikan bau anyir darah yang menempel di jas hujan plastik itu. Toh tidak ada yang bakal menciumnya selain dirinya sendiri. Entah, Jeffry semakin terobsesi dengan aktivitas malamnya ini.
Sampai ia tidak sadar. Bahwa saat ini, ada sosok yang sedang menunggunya di ruang tamu.
Jeffry lalu menyalakan lampu ruang tamu. Ia nampak sangat terkejut saat mendapati Anne tengah duduk tegak di sofa sambil menyilangkan kedua tangannya. Sorot matanya sangat menyeramkan. Berbeda dengan Anne seperti biasanya. Seperti ada sosok iblis yang sedang merasukinya saat ini.
“Udah pulang?” Tanya Anne memecahkan keheningan. Meskipun nada Anne terdengar biasa, tapi Jeffry bisa merasakan bahwa istrinya itu memang sengaja menunggunya pulang untuk menuntut sebuah penjelasan.
“Kenapa nggak tidur?” Bukannya menjawab, Jeffry melemparkan pertanyaan kepada Anne.
“Kamu pasti berpikir kalau aku sekarang lagi tidur nyenyak di atas kasur kan? Terus nggak tahu menahu soal kamu yang pulang dengan aroma darah yang nempel di jas hujan warna biru yang kamu pakai itu.” Anne menatap ajam Jeffry yang berdiri kaku di hadapannya, “Jas hujan yang dipakai pelaku buat membunuh Tante Airin waktu itu.”
“Kamu masih belum jawab pertanyaan aku, Ann. Kenapa kamu bisa nggak tidur?”
Anne kemudian menyandarkan punggungnya pada sofa, “Karena memang aku nggak minum susu buatan kamu, Jeff.”
“Aku lihat jelas tadi kamu minum susu buatan aku. Kamu minum sampai habis ya, Ann.” Jeffry memicingkan kedua matanya. Seolah baru mengerti niat licik yang sudah Anne lakukan. “Apa yang udah kamu lakukan?”
“Aku dari awal udah punya firasat nggak enak soal susu yang kamu bikin setiap malam. Dengan alasan biar aku lebih nyenyak tidurnya dan lebih relaks. Tapi bukan itu maksud kamu kan. Kamu sengaja masukin obat tidur di susu itu biar aku tidur, terus nggak gampang bangun meskipun ada bom sekalipun. Terus kamu bisa lakuin rencana bejad kamu itu dengan lancar, tanpa sepengetahuan aku. Gitu kan Jeff?”
Jeffry terkekeh pelan lalu melepaskan jas hujan yang dipakainya. Selama ini jas hujan itulah yang Jeffry gunakan setiap ingin 'berburu' mangsanya. Bersama dengan kapak yang ia sembunyikan di bagasi mobilnya. Jeffry tidak menyangka kalau secepat ini Anne menyadari soal perbuatan liciknya.
“Kalau iya emang kenapa? Kamu mau apa?” Tanya Jeffry dengan raut wajah tenang dan menantang. Kini, tidak ada Jeffry yang polos dan lembut seperti biasanya. Justru Jeffry dengan sosok iblisnya yang sangat menyeramkan. Raut wajah tanpa ampun yang biasa dimiliki oleh seorang psikopat kejam.
Anne nampak frustasi mendengar pertanyaan Jeffry barusan, Hatinya langsung hancur berkeping-keping. Pertanyaan suaminya seolah mengiyakan pikiran negatifnya yang selama ini menghantuinya. Awalnya Anne sangat berharap bahwa mimpi buruknya itu hanyalah mimpi yang lewat begitu saja. Tapi ternyata, mimpi buruk itu justru membuat Anne harus menelan kenyataan pahit yang amat sangat pahit. Mimpi buruk yang mengantarnya ke dalam lingkaran hitam dan tidak akan bisa keluar begitu saja. Apa yang harus Anne lakukan setelah ini?
“Kalau begitu ....” Mata Anne mulai berkaca-kaca, “Benar kamu yang membunuh mereka? Termasuk kedua orang tua kamu sendiri?”
Jeffry awalnya diam dan tidak bereaksi apa-apa. Namun detik selanjutnya ia mengangguk pelan. Mengiyakan pertanyaan dari wanita yang kini duduk di hadapannya.
Karena perasaannya yang tiba-tiba gugup, Anne lalu menggigit jarinya untuk menghilangkan rasa gugup yang datang menghampirinya. “Aku tadi siang menemukan sesuatu di meja kerja kamu.”
Mendengar itu, Jeffry nampak sangat marah. Ia mengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit-langit rumahnya sambil berkecak pinggang. “Aku kan udah bilang berkali-kali, Jangan sentuh meja kerja aku sejentik saja. Tapi kenapa kamu tetap langgar hah?” Suara Jeffry mulai meninggi. Kini ia tidak kuasa menahan amarahnya lagi. Jeffry terlihat sangat marah pada Anne yang lancang mengutak-atik meja kerjanya.
“Apa yang kamu temukan?” Tanya Jeffry kemudian.
“Surat pernyataan operasi kelamin kamu. Kalau kamu adalah Steffi Gabriella. Bukan Jeffry Nathanael.” Jawan Anne enteng. Seolah ia tidak lagi terkejut dengan fakta tersebut.
Dengan dibalut amarah yang memuncak, jeffry langsung berjalan mendekat dan langsung mencengkeram rahang Anne dengan kuat, “Lancang sekali kamu buka-buka laci meja kerja aku hah?”
Anne langsung menepis tangan kekar Jeffry dari rahangnya tanpa kenal takut. Wanita itu lalu berdiri sejajar dengan suami yang selama ini ia idam-idamkan itu. Menatapnya dengan sorot mata tak kalah tajamnya dari Jeffry. Anne juga sangat marah saat ini. Keduanya saling memendam amarah satu sama lain. “Emang kenapa kalau aku lancang? Aku ini istri kamu, Jeff. Aku berhak buat masuk ke ruangan kerja suami aku. Aku berhak tahu semua rahasia yang suami aku pendam selama ini. Dan aku berhak buat marah sekarang.”
“Emang kamu pikir aku nggak tersiksa, hah?” Anne mulai memukul dadanya yang terasa sangat sesak itu, “Aku tersiksa, Jeff. Berkali-kali aku berusaha buat singkirin pikiran negatif soal kamu. Berkali-kali aku coba buat anggap mimpi buruk aku itu cuma sekedar mimpi. Tapi justru aku makin kesiksa batin cuma gara-gara mikirin kamu, Jeffry.”
“Terus sekarang kalau udah begini aku harus ngapain, Jeff?” Anne mulai terisak, “Hati aku hancur banget lihat kamu pulang dalam keadaan gini. Habis bunuh orang yang nggak ada salah sama kita.”
“Sekarang aku bingung, Jeff. Kamu tahu, di mimpi buruk aku kamu bakal dihukum mati.” Lanjut Anne dengan nada frustasinya.
“Aku tahu.” Jawaban tiba-tiba Jeffry, membuat Anne bungkam. “Aku tahu akhir hidup bakal seperti apa, Ann. Dihukum mati? Jelas. Tapi aku nggak mau mati dengan sia-sia sampai ayah kamu benar-benar ngaku kalau dia juga ada sangkut pautnya dengan masa lalu aku.”
“Terus kamu nggak ada sedikitpun mikirin perasaan aku? Perasaan anak kamu yang bakal kehilangan ayah yang udah dia anggap sebagai super hero, sebagai cinta pertamanya. Kamu nggak mikirin itu, Jeff?”
“Apa yang kamu harapin dari perempuan yang penuh dendam ini, Ann?” Suara Jeffry meninggi. “Aku ini perempuan. Aku ini Steff seperti apa yang kamu bilang tadi. Bukan Jeffry. Dan aku nggak bisa suka sama sesama jenis. Bahkan lawan jenis pun aku nggak tertarik. Hati aku udah mati. Alasan aku masih hidup sampai sekarang cuma rasa dendam yang harus aku luapksan pada seseorang. Orang itu adalah ayah kamu. Ngerti kamu?”
Ponsel Anne tiba-tiba berdering. Menampakkan nama kontak sang ayah pada layar ponselnya.
“Dan pada akhirnya kamu mau ungkapin semuanya ke ayah kamu?” Jeffry tertawa pelan seketika. “Ungkapin kalau itu mau kamu. Aku juga udah muak kalau harus terus-terusan sembunyi dibalik topeng polos ku selama ini.” Jeffry mendekatkan wajahnya sedikit dan berbisik. “Tapi kamu harus terima konsekuensinya sayang. Nyawa kalian berdua, bakal aku lenyapkan setelah ini.”
“Pergi ke kamar mandi sekarang.” Ungkap Anne tak derduga.
Jeffry memandang Anne dengan tatapan bingung. Kenapa tiba-tiba ....
“Aku bilang pergi ke kamar mandi sekarang. Bersihin tubuh kamu, jangan sampai ada jejak yang nempel di tubuh kamu. Biar aku yang beresin sisanya.”
“Ann ....”
“MANDI SEKARANG JEFF!!! SEBELUM AYAH AKU DATANG KESINI BUAT TANGKAP KAMU!!!”
Jeffry yang awalnya bingung dengan kelakuan aneh Anne, pada akhirnya ia hanya menurut. Jeffry melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sepeninggalan Jeffry, Anne langsung terduduk lemas. Ia menjambak rambutnya frustasi. Menundukkan kepalanya yangs sangat berat dan pening. Dan pada akhirnya, Anne memilih untuk menyembunyikan kejahatan yang sudah Jeffry lakukan selama ini. Menyembunyikannya seolah tidak terjadi apa-apa. Anne tahu kalau tindakannya ini salah. Tapi disisi lain, dirinya tidak ingin kehilangan keluarganya. Keluarga yang susah payah ia bangun selama bertahun-tahun, tidak akan hancur kalau Anne bisa merahasiakan ini semua dengan baik bukan?
Ya, Anne hanya harus merahasiakan semuanya dari semua orang. Termasuk ayahnya sendiri. Meskipun Dihadang dengan kematian, apapun itu akan Anne lakukan. Asal keluarganya bisa tetap utuh dan tidak hancur begitu saja.
—To Be Continued—
jaemtigabelas