Quality Time with Bapak Nagara.
Ditemani oleh dinginnya malam, sepasang suami-istri itu tengah tertidur di kasur yang sama. Saling menatap dan menelusuri arti tatapan tersebut. Lebih dari dua puluh menit mereka seperti ini. Berbicara melalui insting mata yang kuat. Hanya mereka yang mengerti.
“Saya rindu, Joey.” Suara Nagara pertama yang terdengar. Dengan tatapan yang tenang, menenangkan hati Joey.
“Sama siapa?” tanya Joey yang tujuannya hanya untuk menggoda lelaki ini.
“Kamu lah. Sama siapa lagi,” jawab Nagara dengan tegas dan sigap.
Kekehan Joey terdengar manis. “Aku juga kangen sama kamu, Mas Na.”
Nagara sepertinya sangat menyukai panggilan itu. Dibandingkan dengan Bapak Nagara, Mas Na jauh lebih membuat hatinya bergejolak tidak karuan. Sudut bibirnya tertarik ke atas.
Tangannya kemudian terangkat untuk membelai poni yang hampir menutup wajah cantik istrinya. Hatinya seketika lega. Sangat lega. Sudah tidak ada lagi badai yang harus mereka terjang. Badai itu sudah berlalu. Kini tergantikan oleh pelangi yang menghiasi langit-langit kamar mereka. Kebahagiaan menyelimuti Joey maupun Nagara.
“Sebenarnya saya mau sentuh kamu malam ini. Tapi saya takut kamu hamil lagi,” ungkap Nagara secara terang-terangan. Lelaki itu sudah tidak se-kaku seperti kemarin. Urat-urat wajahnya pun sudah tidak terlihat jelas dan menegang. Nagara benar-benar terlihat santai malam ini. Semua masalah sudah terselesaikan dengan baik dan sempurna.
Kepala Joey terangkat sedikit, membenarkan kepalanya yang semakin mendekat ke kepala Nagara. ”Mas nggak mau kehadiran seorang bayi?”
Diam. Nagara mendadak bisu. Tangannya masih setia membelai surai hitam pekat itu. ”Urusan anak, saya bisa pikir nanti. Yang penting tunggu kandungan kamu sehat dulu. Saya masih bisa menghamili kamu meskipun usia saya tua, Joey.”
Kini Joey mengerti besarnya rasa cinta Nagara padanya. Rasa cinta yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Nagara yang memperdulikan keselamatan dirinya, Joey sudah menganggap bahwa lelaki itu amat sangat mencintainya. Dan Joey kini bisa merasakan itu.
“Sini kamu!” Pinta Nagara.
Lelaki berkaos putih polos itu langsung meraih pinggang Joey. Satu tangan kanannya mampu membawa gadis itu ke pelukannya. Joey melebarkan matanya. Ada yang mengalir deras di sekujur tubuhnya saat ia bersentuhan langsung dengan Nagara. Hidungnya mencium aroma minyak telon dari lelaki yang sedang memeluknya saat ini. Dan ia menatap wajah tampan nan memukau itu dalam jarak yang sangat dekat. Cukup untuk menjadi alasan, kenapa jantungnya seperti hampir lompat dari tempatnya.
“Apa?” Tanpa rasa berdosa, Nagara bertanya sambil menyunggingkan senyumnya.
“Wangi,” jawab Joey tertahan sambil menundukkan wajahnya.
“Kamu baru tahu kalo wangi suami kamu emang kayak gini, Joey?” Joey tidak bisa menjawab pertanyaan konyol Nagara. Tentu saja ia tahu. Ia tahu benar bagaimana aroma tubuh dari lelaki yang berstatus suaminya itu. tapi Joey tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
Menyadari Joey yang masih sibuk dengan lamunannya sendiri, Nagara semakin mempererat pelukannya. Bahkan sekarang, tangan kirinya sudah ikut andil dalam mengurung tubuh mungil itu. Nagara memulai serangannya dengan meletakkan dagunya di bahu Joey. Menempelkan bibirnya untuk mengecup leher gadis itu. Tak ketinggalan hidungnya yang mancung mulai mengendus tengkuk Joey.
Joey sontak memejamkan matanya dan bibirnya mengeluarkan lenguhan kecil. Tentu saja. Itu adalah salah satu titik kelemahannya. Nagara mungkin sudah sangat ahli di bidang ini. Namun aktivitas tersebut hanya berselang lima menit. Setelah itu Nagara melepaskan tautannya dan kembali pada posisinya menghadap ke atas. Sedikit membuat istrinya kecewa, karena jujur Joey sangat ingin disentuh oleh Nagara malam ini. Ia sangat merindukan tubuh kekar itu mendekap penuh tubuh mungilnya.
“Joey,” panggil sang lelaki. Wajahnya begitu damai dengan sorot mata yang mulai berbinar.
“Iya mas?”
“Joey, istri saya.”
“Iya Mas Na?”
Bibir itu kembali mengulas senyum. Senyum yang Joey rindu-rindukan, di malam ini ia dapat melihatnya lagi. Senyum yang membutuhkan sedikit perjuangan untuk mendapatkannya. Senyum yang hanya untuknya seorang. Wanita itu semakin mempererat pelukannya pada tubuh Nagara.
“Saya penasaran. Kamu setiap sama saya pasti bawanya marah-marah terus-”
“Ya itu salah kamu nggak sih mas? Kamu tuh yang bikin aku marah-marah terus.” Joey kembali mengeluarkan jurus mengomelnya.
“Dengerin saya dulu bisa?” Nagara menatap Joey dengan penuh arti. Suara lembutnya mampu membuat gejolak hatinya menjadi tenang, Seolah dirinya berada di tengah hamparan luas yang ada banyak pepohonan rindang disana. Sejuk dan tenang.
“Iya ini aku dengerin.”
“Apa kamu pernah merasa nyaman berada di dekat saya? Saya ngerasa kalau saya selalu menyakiti perasaan kamu.”
Hati Joey sedikit mencelos saat mendengar kalimat tersebut. Nagara sadar, kalau selama mereka hidup bersama, lelaki itu hanya bisa membawa duri. Padahal jelas-jelas dari awal dirinya sudah berjanji di depan Malik dan orang tua Joey, kalau ia bisa membahagiakan Joey dengan segenap jiwa dan raganya. Namun kenyataannya, banyak lika-liku kehidupan yang harus mereka hadapi. Yang membuat hubungan mereka hampir saja kandas di tengah jalan. Akan tetapi sebelum itu terjadi, Tuhan memberi jalan untuk mereka. Mereka yang saling mencintai tapi sangat sulit untuk menyatu. Dan semenjak kejadian ini, baik Joey maupun Nagara menjadi belajar kalau hubungan tanpa keterbukaan itu akan memperburuk keadaan. Komunikasi dalam hubungan itu sangat penting, sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman di antara mereka berdua.
Kini cinta mereka menyatu menjadi lautan samudera yang sangat luas.
Joey mengubah posisinya menjadi tengkurap menghadap Nagara. “Pernah. Malam ini contohnya.”
“Cuma itu?”
“Hmmmm …” Wanita berdarah padang itu tampak berpikir. “Ohhh aku inget. Kamu inget nggak mas waktu kita hadir di nikahannya Bu Sintia klien kita. Kalo nggak salah itu sebulan dari hari pernikahan kita.” Nagara berpikir sejenak. Pikirannya seketika melalang buana kemana-mana. Mencari memori yang sesuai dengan perkataan dari istrinya itu. Detik selanjutnya Nagara tiba-tiba ingat. Tepatnya bulan Februari, di malam minggu mereka diundang untuk menghadiri acara pernikahan klien terdekat mereka. Bu Sintia. Wanita berumur tiga puluh tahun yang gila kerja pada awalnya. Sampai pada akhirnya ia menemukan jodohnya sendiri. Lelaki tampan yang sepadan dengan Nagara.
Flashback
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Saatnya untuk Joey dan Nagara untuk berpamitan pada sang tuan rumah dan mengucapkan terima kasih atas undangan dan makanan gratis yang sudah disiapkan untuk mereka.
Joey dan Nagara keluar dari gedung ber-cat putih itu menuju parkiran mobil. Joey berjalan gontai karena tenaganya sudah benar-benar habis. Ia tidak tahu kalau berkumpul dengan orang banyak dapat membuatnya lelah. Atau mungkin ini efek dirinya terlalu sering begadang karena pekerjaannya yang menumpuk.
Kedua sejoli itu masuk ke dalam mobil HRV milik Nagara. Joey langsung menyandarkan kepalanya di kursi penumpang.
“Arggghhhh capek banget,” gerutunya yang terdengar jelas di telinga lelaki yang duduk di sampingnya.
“Kalo capek tidur aja. Nanti saya bangunin kalo udah sampai,” jawab Nagara yang mengerti kalau istrinya itu butuh istirahat.
Pandangan wanita pemilik nama Joanne Josephine itu teralihkan pada suasana di luar mobil. Orang-orang dengan baju kondangan mereka berlalu lalang. Pikirannya berpetualang jauh ke sana.
“Pak.” Joey tiba-tiba memanggil Nagara. Waktu itu mereka masih canggung satu sama lain. Joey masih menggunakan panggilan ‘Pak’ pada Nagara.
“Hmmm?”
“Pasti enak ya kalo waktu itu kita ngundang banyak orang.”
Lelaki yang mengenakan jas warna hitam itu tidak menjawab. Joey tidak ada angin tiba-tiba membahas hari pernikahan mereka.
“Berbagi kebahagiaan sama orang-orang terdekat kita. Tadi gue sempet lihat ada band nya juga. Kalo kita juga ngundang band atau minimal penyanyi cafe, pasti kita bisa nyanyi bareng temen-temen kita. Orang tua kita joget bareng sambil ketawa-ketawa.” Joey menatap cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. “Gue aja kadang lupa, kalo gue sekarang udah jadi istri orang.”
Sang lawan bicara masih diam. Tangannya meremas setir mobil. Nagara juga ikut merasakan kesedihan itu. Wanita mana yang tidak memimpikan hari penting yang hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Setidaknya pernikahan yang indah untuk dikenang. Joey pasti juga menginginkannya, walau pernikahan mereka didasari dengan perjodohan.
Baru saja Nagara membuka mulut untuk membalas kalimat Joey, istrinya itu sudah memejamkan matanya. Kepalanya masih setia mengarah ke kaca mobil. Membuat lelaki itu mengurungkan niat untuk berbicara karena tidak ingin membangunkan wanitanya.
Nagara menyalakan mobilnya, lalu membawanya keluar dari halaman parkir menuju apartemennya. Selama perjalanan ia hanya ditemani oleh kesunyian. Kalau boleh jujur matanya sudah tinggal berapa watt lagi sebenarnya. Nagara mulai merasa ngantuk. Ia segera menyalakan radio mobilnya untuk memutar lagu yang selalu ia dengarkan di dalam mobil, agar rasa kantuknya menghilang.
Music: BTS – Make It Right (feat. Lauv) ~Yeah, I was lost, I was tryna find the answer in the world around me. ~Yeah, I was going crazy, all day, all night. ~You’re the only one who understood me, and all that I was going through. ~Yeah. I just gotta tell you, oh baby, I
Lantunan musik itu membias memenuhi mobil. Dengan tinggi volume sepuluh, musik tersebut sangat pas menemani kesunyian mereka. Lagu yang akhir-akhir ini Nagara suka. Siapa yang tahu kalau lelaki yang dikenal kaku se-kaku kanebo ini sering mendengarkan musik dikala waktu senggangnya.
Wanita yang tengah tertidur itu mulai terusik. Namun ia tetap diam. Matanya perlahan terbuka. Ikut menelisik lagu yang sedang diputar Nagara saat ini. Kepalanya pun kini menoleh menghadap Nagara. Lelaki itu tidak sadar, karena terlalu sibuk menikmati lagu ini.
“You were there for me through all the time I cried. I was there for you but then I lost my mind. I know that I messed up but I promise, I. Oh oh~ I can make it right.”
Joey tiba-tiba terpaku mendengar suara Nagara bernyanyi. Suara lelaki itu tidak terlalu buruk. Deep voice yang dimilikinya mampu membuat bulu kuduk nya berdiri. Joey tidak tahu kalau Nagara memiliki suara yang bagus saat menyanyi. Seketika hatinya yang sempat gunda, terasa sangat nyaman. Baru kali ini Joey merasakan suasana nyaman pada hatinya saat berada disamping Nagara. Benar-benar nyaman layaknya seorang anak yang sedang dinyanyikan lagu tidur oleh ibunya.
Senyuman Joey tersimpul saat jari Nagara perlahan bergerak mengetuk setir mobil sesuai dengan beat lagu. Nagara sangat berbeda malam ini. Seperti bukan Nagara yang sering Joey temui. Sosok lelaki remaja yang sering nongkrong bersama teman-temannya, ada pada diri Nagara sekarang. Bukannya lelaki kaku yang terlalu serius menjalani hidup. Kali ini lelaki itu terlihat sangat santai. Kedua mata itu sontak terpejam saat sang empu menyadari sesuatu. Nagara tiba-tiba menoleh ke arah Joey yang masih terlelap, menurutnya. Entah ada bisikan dari mana, tangannya terangkat dengan sendirinya lalu mengusap puncak kepala Joey. Membelainya perlahan sambil sesekali pandangannya masih fokus pada jalanan. Joey yang masih dalam kondisi sadar itu merasakan detakan jantungnya berpacu sangat cepat. Aliran darahnya berdesir. Andai ia memiliki kemampuan menghentikan waktu, Joey akan menghentikan waktu ini, di malam ini. Karena untuk pertama kalinya, Joey mencintai Nagara yang seperti ini.
Flashback END.
“Saya pikir kamu tidur waktu itu.” Nagara sedikit terkejut saat mengetahui ternyata waktu itu Joey mendengarkannya menyanyi. Ia sedikit malu. Karena bukan hanya satu lagi saja, ada kurang lebih tiga sampai empat lagu yang terputar di malam itu. Dan hampir Nagara nyanyikan semuanya.
“Gimana bisa tidur kalo kamu nya berisik.” Ekspresi Joey terlihat kesal. Akan tetapi mampu membuat Nagara tertawa gemas. Otot-otot wajahnya tidak tegang seperti sedia kala. Memang seharusnya mereke sering mengadakan sesi deep talk dan quality time berdua seperti ini. Sungguh ampun melepas penat dan masalah yang ada di dada.
“Mas. Habis ini kita mulai kehidupan baru ya. Nggak ada lagi kata gengsi, nggak ada lagi rahasia-rahasiaan, dan nggak ada lagi kesalahpahaman. Itu yang bikin kita sering berantem mas kalo kamu sadar. Jadi sebisa mungkin kita mulai terbuka satu sama lain ya. Apapun itu. Sekecil masalah, harus kita selesaikan pake kepala dingin, okay. Disini bukan kamu aja kok yang berjuang, tapi aku juga. Kita berjuang bareng-bareng. Janji?” Joey mengarahkan jari kelingkingnya di depan sang suami.
Tidak perlu menunggu lama, Nagara langsung membalas kelingking Joey. “Janji. Saya juga janji akan berusaha bahagiain kamu. Itu tujuan utama saya.”
Joey tersipu malu. Kepalanya menunduk sambil tersenyum sangat manis. Ia marasa, kalau mereka seperti ini layaknya ABG yang lagi menikmati masa cinta monyet mereka. Dunia terasa milik berdua yang tidak bisa diganggu oleh siapapun. Bahkan cicak yang menempel di dinding sekalipun.
“Saya boleh cium kamu?” tanya Nagara kemudian. Meminta izin pada istrinya untuk menjamahi bibir ranum yang Nagara sudah idamkan sejak tadi.
Tanpa menjawab, Joey segera memejamkan kedua matanya. Memberi izin pada suaminya untuk menjamahi bibirnya malam ini. Karena sudah diberi lampu hijau, Nagara kemudian menangkup rahang Joey dan mengecup bibir rasa cherry itu. Mengecupnya, menikmatinya dengan lumatan-lumatan yang diciptakan oleh lelaki yang rambutnya sudah mulai memanjang itu. Meskipun Nagara adalah lelaki yang hampir tidak pernah berciuman, namun ia ternyata lihai dalam urusan seperti ini.