Hari Bahagia.
Helaan napas berat beberapa kali keluar dari lubang hidung lelaki yang kini tengah duduk di tengah-tengah aula gedung bernuansa putih dan merah muda itu. Jantungnya semakin berpacu sangat cepat seiring banyaknya tamu yang datang. Lelaki itu sangat gugup karena hari ini adalah hari dimana ia akan resmi menyandang status sebagai kepala keluarga.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan menikah secepat ini. Bertemu dengan Dinda adalah tahap awal dirinya akan memikul tanggung jawab yang sangat besar. Namun itu tidak menjadi masalah baginya, tanggung jawab yang besar itu pasti akan terasa ringan, asal hidup bersama Adinda. Perempuan cantik jelita dengan dibalut jilbab warna-warni yang mampu membuat lelaki berdimple itu terpana sampai mati.
“Ssstt Jepri...” Bisik Ibu Desi tepat di belakang Jepri.
Merasa terpanggil, lelaki jangkung itu menoleh ke belakang menghadap sang ibu yang sudah cantik menawan dengan rambut yang disanggul ke bawah serta kebaya berwarna merah gelap.
“Jangan gugup, biasa aja.” Pinta sang ibu dengan nada merendah.
Jepri menganggukkan kepalanya pelan lalu kembali menatap depan. Kursi seberang dan samping nya masih kosong. Dimana kursi tersebut akan diisi oleh dua orang yang ikut andil pada hari bersejarah ini.
Helaan napas kembali terdengar sangat pelan namun berat. Jepri berusaha untuk tetap tenang walau darahnya mengalir sangat deras dan keringat dingin sudah mulai bercucuran ke seluruh tubuhnya. Ia dari tadi pagi belum bertemu dengan Dinda. Seketika Jepri menoleh ke arah ruang yang terletak tak jauh dari tempatnya berada, ruangan yang pintunya tertutup dengan rapat, seolah tidak ada yang boleh masuk ke dalam sana selain keluarga atau kerabat.
Membayangkan bagaimana Dinda dengan anggunnya keluar dari ruangan itu dengan gaun beradat jawa berwarna putih? Bagaimana kecantikan seorang Adinda yang akan terpancar sehingga semua tamu beranggapan bahwa Jepri sangat beruntung memiliki Dinda dalam hidupnya? Senyuman Jepri seketika mengembang, hanya membayangkannya seperti itu saja bisa membuat hati Jepri dikelilingi oleh bunga bermekaran.
Seorang penghulu lalu duduk tepat di depan Jepri, membuat lelaki berkulit susu itu langsung menegakkan duduknya. Yang awalnya Jepri sangat gugup, namun mengingat ia akan meminang seorang gadis yang dicintainya, Jepri langsung bersemangat 45.
“Ok Bapak Ipung Jepri Gunawan... Disini akan menikah dengan Ibu Adinda Kamila Azzahra ya?” Ujar bapak penghulu yang sibuk dengan beberapa berkas yang digenggamnya.
“Iya bapak.” Setelah menjawab pertanyaan bapak penghulu, Jepri lalu menoleh ke arah samping kanannya. Menatap ayah Dinda yang masih duduk disana dengan nyaman. Ayah Dinda tersenyum dan menganggukkan kepalanya perlahan. Mengisyaratkan pada calon menantunya itu bahwa beliau sudah setuju kalau anak perawannya akan diambil setelah ini.
“Ok Bapak Jepri, genggam tangan saya.” Pinta bapak penghulu. Jepri langsung menjabat tangan beliau dengan tangan kanannya yang basah akibat keringat.
“Latihan dulu ya pak. Nggak usah grogi, santai aja. Cuma nyebutin ijab qabul aja kok, nggak sampe dipenggal kepalanya.” Lanjut beliau.
Jepri hanya cengengesan sebagai jawaban, namun dalam hatinya ia sudah berkali-kali mengumpat karena ia tak kunjung bisa membuat jantungnya berpacu dengan normal.
“Saya nikahkan engkau ananda Ipung Jepri Gunawan bin Gunawan, dengan Adinda Kamila Azzahra bin Iskandar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.” Bapak penghulu lalu menggoyangkan genggaman tangan Jepri.
“S... saya nikahkan...”
“Lohhh kok saya nikahkan?”
Gelak tawa seketika menggema ke seluruh aula gedung. Jepri terlihat sangat malu saat itu. Ia sangat gugup sampai-sampai mengucap ijab qabul saja salah.
“Haduuuhhh kok jadi saya yang dinikahin.” Sahut bapak penghulu dengan nada sedikit bercanda.
“Maapin atuh pak, kan baru pertama kali.” Ujar Jepri tak mau kalah.
“Yaudah sekali lagi ya. Serius loh ini jangan dibuat bercanda.”
'Lahhh siapa yang bercanda dah? Ngaco ini aki-aki.' Batin Jepri.
Jepri kemudian kembali menjabat tangan bapak penghulu.
“Saya nikahkan engkau ananda Ipung Jepri Gunawan bin Gunawan, dengan Adinda Kamila Azzahra bin Iskandar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
“Saya terima nikahnya Adinda Kamila Azzahra bin Iskandar dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Ucap Jepri tanpa melepaskan kontak mata dengan bapak penghulu.
“Nahhh gitu, jangan nikahin saya lagi ya pak. Istri saya udah lima di rumah.”
Jepri langung mendelik mendengar penuturan bapak penghulu barusan. Terkejut karena bapak penghulunya itu sangat jujur tentang jumlah istri yang dimilikinya. Persis seperti jumlah ayam milik Ibu Desi di rumah.
“Kali ini serius ya pak. Pelan-pelan aja, jangan buru-buru. Tarik napas dulu biar nggak grogi.”
Jepri pun menurut. Sekali lagi ia hembuskan napasnya pelan sebelum ia kembali menjawab tangan bapak penghulu untuk ke tiga kalinya.
“Saya nikahkan engkau ananda Ipung Jepri Gunawan bin Gunawan, dengan Adinda Kamila Azzahra bin Iskandar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
“Saya terima nikahnya Adinda Kamila Azzahra bin Iskandar dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
“Sah?”
“Sah.”
“Alhamdulillah.”
Setelah selesai mengucapkan kalimat ijab qabul, Jepri serta semua tamu yang ada di aula tersebut langsung memanjatkan sebuah do'a. Air matanya lalu jatuh tanpa permisi. Tak disangka, dengan hanya menyebutkan beberapa kalimat ia sudah resmi menjadi seorang suami. Dan Dinda, gadis yang sudah dari dulua Jepri idam-idamkan kini sudah menjadi istrinya, seorang ratu didalam hati dan rumahnya. Jepri tidak bisa mengungkapkan sebahagia apa ia saat ini.
Detik selanjutnya, pintu ruangan yang tadi sempat tertutup rapat, kini terbuka lebar. Memperlihatkan mempelai wanita yang sangat cantik rupawan keluar dari ruangan tersebut, dengan diikuti beberapa orang dibelakangnya, menuntun Dinda berjalan menghampiri Jepri yang sedari tadi memasang wajah bengongnya. Terlalu terpanah akan kecantikan Dinda pagi hari ini.
Senyum semanis buah cherry itu mengembang sempurna di bibir gadis berpipi tembam itu. Dan yang dipasti senyuman itu hanya tertuju pada Jepri seorang. Setelah ini, Jepri tidak perlu datang jauh-jauh hanya untuk melihat senyuman ini. Tidak perlu menunggu giliran mengirim paket dulu untuk bertemu dengan Dinda. Karena ia sudah bisa menikmati anugerah Tuhan itu dengan sepuasnya.
Sekali lagi, Jepri menangis terharu mendengar kalimat itu.
Setelah sampai di tempat duduk tepat di sampng Jepri. Kedua mempelai itu lalu kembali duduk hanya untuk menautkan cincin ke jari masing-masing.
Sesudah menautkan cincin ke jari masing-masing. Dinda kemudian menyalimi tangan Jepri, menandakan bahwa lelaki itu sudah resmi menjadi imamnya. Dengan perasaan terharu Jepri mengecup dahi Dinda dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tak lupa suara tepuk tangan dari para tamu terdengar harmonis menemani moment bahagia tersebut.
Pandangan mereka saling bertemu. Memutar kembali memori saat mereka awal bertemu lewat netra hitam pekat itu. Jepri yang selalu mengantar paket Dinda, sampai ia hapal alamat rumah dan cat rumah Dinda yang didominasikan warna coklat dan kuning. Dinda yang baru putus dari mantannya, menjadikan kesempatan untuk Jepri mendekati Dinda dan menyentuh hati gadis kalem itu. Meskipun banyak rintangan, tapi Tuhan seolah sudah menggariskan bahw Jepri dan Dinda akan berjodoh kelak.
Senyum mereka tak kunjung melenyap. Dinda maupun Jepri sangat amat beruntung bisa sampai dititik dimana mereka berdua akan berbagi tanggung jawab bersama sebagai suami dan istri. Jepri sangat mencintai Dinda karena perilaku manis yang dibuat gadis itu padanya. Dinda pun sama, ia sangat mencintai Jepri karena Jepri bisa membuatnya bahagia, tidak menuntutnya apa-apa, dan yang terpenting ia bisa menjadi imam yang baik untuk Dinda.
Dan hari ini, menjadi hari yang paling tidak terlupakan bagi Jepri dan Dinda. Setelah ini, mereka akan mengatur rencana untuk masa depan mereka berdua. Termasuk rencana yang sudah Jepri atur sejak dulu, yaitu bermain congklak di kamar bersama sang istri tercinta.
-fin