bagian seratus dua puluh dua; tidak sadarkan diri.
Beberapa jam yang lalu.
“What are you doing honey?”
Suara berat itu seperti aliran listrik yang menyengat seluruh tubuh Anne saat ini. Kakinya tiba-tiba terasa kaku, tubuhnya menegang takut. Untuk menoleh sedikitpun Anne sangat ketakutan. Wanita itu tidak pernah berpikir jika Jeffry akan berdiri tepat dibelakangnya sambil menodongkan pisau lipat yang bilahnya masih berkilau ke arah lehernya saat ini.
“Lancang juga ya kamu sampai masuk ke dalam sini.” Imbuh Jeffry kemudian.
Anne tidak tahu harus berbuat apa supaya bisa terlepas dari tautan suaminya itu. Sampai tiga puluh detik berlalu, Anne memutuskan untuk menendang luka tusuk pada perut Jeffry dengan sangat keras. Hanya itu yang bisa Anne lakukan untuk bisa pergi dari sana.
“ARRRGHHHHH ....” Jeffry meringis kesakitan seraya meraba luka tusuk pada perutnya yang masih terbilang belum sembuh itu.
Melihat Jeffry yang sudah lengah. Anne langsung berlari keluar dari ruangan gelap itu. Berlari menuju ruang tamu untuk mengambil ponselnya dengan gerakan yang sangat cepat. Tangannya gemetar tidak karuan. Anne segera mencari nama kontak sang ayah dan langsung menelepon beliau.
Tidak diangkat.
Anne menoleh ke arah belakangnya. Masih aman. Jeffry belum menunjukkan batang hidungnya. Sehingga Anne masih mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri. Tanpa berpikir panjang, Anne langsung membuka aplikasi imessage dan mengetik sesuatu disana.
'Ayah, Jeffry mau bunuh aku'
'Titip salam aku buat Luna ya yah'
'Bilang kalau sampai kapanpun, bunda sayang sama Luna'
'Kalau misal ayah nggak bisa nemu aku dimana'
'Tanya Luna ya yah'
'Dia tahu dimana aku berada'
'Anne sayang sama ayah'
Setelah mengirim beberapa bubble massage ke nomor sang ayah. Sambil sesekali ia mengecek ke arah belakang, Anne berjalan cepat menuju pintu rumahnya yang tertutup rapat.
Sial, terkunci. Jeffry pasti yang melakukannya.
Anne harus memikirkan cara lain. Ia langsung mengubrak-abrik beberapa benda di atas meja yang terletak di samping kirinya. Berusaha mencari kunci rumah dan segera pergi dari maut yang akan menerkamnya setelah ini.
Namun naasnya. Saat Anne sibuk mencari kunci rumah. Dari belakang, Jeffry langsung mencengkram rambut Anne dan menjambaknya dengan sangat kuat. Alhasil tubuh Anne tersungkur ke lantai karena tidak sanggup melawan kekuatan suaminya itu.
“Disini kamu ternyata. Ikut aku!” Jeffry kemudian menyeret paksa Anne supaya mau mengikutinya.
“Awww ... Sakit Jeff!” Ringis Anne yang tidak digubris oleh Jeffry. “Jeff ... Sakit ... Lepasin!” Anne meronta sekuat tenaga, meski ia tahu kalau tenaga yang ia miliki tidak sebanding dengan tenaga yang dimiliki lelaki bertubuh kekar ini.
Jeffry masih menjambak rambut Anne. Saking kencangnya, Anne merasa beberapa helaian rambutnya sudah terlepas dari kepalanya. Sakit, perih, dan takut. Anne tidak bisa berkata-kata lagi saat perasaannya campur aduk saat ini.
“Jeffry lepasin!”
“DIAM SIALAN!!” Teriak Jeffry langsung membenturkan kepala sang istri ke arah tembok yang kokoh dengan sangat keras.
DUGGHHHHH ....
Karena benturan keras pada kepalanya itu, membuat Anne jatuh terlentang tidak berdaya. Kepalanya sangat sakit. Anne merasa ada darah segar yang mengalir mengitari dahinya saat ini. Pandangannya seketika buram. Anne tidak bisa menatap wajah Jeffry dengan jelas. Semuanya buram. Ia pasrah. Jika pada akhirnya ia ditemukan dalam keadaan mati pun, Anne sudah ikhlas. Semua bukti sudah mengarah pada Jeffry. Ayahnya pasti akan segera datang kesini dan langsung menangkap suami psikopatnya itu atas kasus pembunuhan berantai.
Anne tidak sanggup lagi. Dan detik selanjutnya, semua berubah menjadi gelap gulita. Anne kehilangan kesadarannya.
—jaemtigabelas